Sabtu, 04 Februari 2012

Simbah putri

Aku datang ke sebuah rumah yang sudah cukup tua di sudut kota Yogyakarta sore itu. Lingkungan disini tak asing lagi bagiku. Inilah tempat mbah putri ku,mbah putri angkat tepatnya. Ia sudah menganggap Ibu dan Bulik ku (sebutan untuk adik dari ibu) sebagai anak kandungnya. Ia sangat menyayangiku dan sepupu-sepupuku. Aku mengetuk pintu dan mengucap salam seperti biasanya sambil berdiri memandang pot-pot bunga yang tertata rapi disampingku.
Tak lama kemudian muncul seorang wanita tua berpaikaian khas Yogyakarta dari pintu samping rumah. Aku tersenyum dan mencium tangannya,iya menyambutku dengan pelukan hangat dan kecupan di kedua pipiku. Aku mengikutinya masuk kerumah itu,rumah yang tak begitu besar dan belum selesai diperbaiki setelah gempa beberapa tahun lalu di kota ini. Aku memasuki kamar tempat biasa akau beristirahan dengan sepupu-sepupuku. Kamar ini sudah banyak berubah,ya..karena sepupu laki-laki ku yang satu tahun lebih tua dariku kerap kali mencorat-coret dindingnya dengan grafiti suporter bola kegemarannya. Kakiku melangkah terseok-seok menuju dapur dan menghampiri mbah putri.
"Sikilmu kuwi kenek opo dek?"Tanya simbah putri dengan logat khas nya.
"Tibo mbah.."Ucapku sambil tersenyum dan meneguk teh manis buatannya.
"Kok biso?tibo neng ndi?loro ora?jajal bukak'en ben simbah biso ngobati.."Ucap simbah sambil melihat kaki kananku yang ditutupi dengan kain kasa.
"Mboten nopo-nopo mbah..sampun mantun ogk.."Ucapku sembari tersenyum.
"Walah..gek ndang digowo neng puskesmas kono dek.."
"Mboten usah mbah..mboten nopo-nopo..niki wau sampun di obati.."Ucapku pelan sambil menggigit gorengan khas Yogyakarta buatan simbah.
Suasana daerah ini benar-benar khas,hampir semua orang disini ramah-ramah dan sopan. Berbeda dengan suasana kota-kota besar lain yang pernah aku kunjungi sebelumnya. Aku duduk di ruang tamu sembari menatap keluar jendela. Simbah datang menghampiriku dan membawa seperangkat obat luka yang ia miliki. Ia menarik kakiku pelan dan membersihkannya dengan antiseptik.
"Kowe ki mbok yo nek loro ki ngomong..ora meneng wae..ben simbah ki ngerti..ora dirasakke dewe.."Ucap simbah sambil mengobati luka di kakiku.
"Njih mbah..niki mboten nopo-nopo kok..sampun mantun.."Ucapku. Simbah mengusap kakiku yang tidak terluka dengan minyak yang baunya sangat menyengat. Entahlah itu minyak apa,yang jelas kaki terasa hangat setelah simbah mengusap minyak itu.
"Mbah Uti sehat?"Tanya simbah. Mbah Uti adalah panggilan untuk mbah kandung dari Ibuku.
"Alhamdulillah sehat mbah.."Jawabku tersenyum sambil menahan sakit di kakiku.
"Ibu bapak nandur opo saiki neng kebun dek?"
"Padi mbah..kalih sayuran-sayuran sekedik.."
Simbah hanya mantuk-mantuk mendengar jawabanku. Lalu ia berjalan ke ke dapur dan kembali lagi membawa sepiring nasi lengkap dengan lauknya. Beginilah kebiasaan simbah,ia tak pernah menawarkanku dulu aku mau makan atau tidak. Langsung saja ia bawakan ke hadapanku. Tentu saja aku tidak enak jika tidak memakannya,takut mengecewakan simbah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar