Rabu, 11 April 2012

Goresan Kehidupan


Angin berhembus pelan menerpa tubuhku yang sedang terpaku menatap keindahan ciptaan Sang Rabbul Izzati. Ku curahkan keindahan yang ku lihat senja itu lewat goresan-goresan tanpa makna,yang tak kan pernah mampu menandingi pesona ciptaan-Nya. Karena aku hanyalah sebutir debu yang mudah sekali terhempas dan terbawa entah kemana sang semilir akan membawaku. Aku berhenti menggoreskan warna-warna itu ketika seseorang telah berdiri dan tersenyum di sampingku.
Aku hanya membalas senyumnya dan kembali menatap dalam hamparan indah langit senja berharap bisa mengatakan kepada seluruh dunia bahwa ciptaan Tuhanku maha sempurna. Riak air terdengar merdu berbisik di telingaku,seakan sedang memuji keagungan-Nya. Aku membersihkan kuasku sembari duduk di bangku kecil yang biasa ku bawa saat aku ingin menggoreskan sebagian perasaanku di kanvas. Dermaga di sore itu seakan membawaku pada perasaan rindu,rindu pada surga-Nya yang kekal nanti. Memberi sedikit gambaran tentang kedamaian yang tak bisa dibeli. Ia,bangkit dari duduknya dan kemudian menggeser sedikit standing itu hingga apa yang tersandar disana terlihat jelas dari tempatku duduk. Ia tersenyum dan kemudian duduk di sampingku sembari melihat kearah gambaran tak bermakna tersebut.
“Jelek ya ?” Tanyaku sembari menatap ke arahnya. Dan ia hanya tersenyum.
“Pasti iya deh..” Ucapku lagi sambil menunduk. Dan lagi-lagi ia hanya tersenyum sembari terus menatap lukisan dihadapannya.
“Sebenarnya,aku tidak mengerti seni..bahkan tanganku tak bisa menggoreskan warna hingga menghasilkan gambaran indah seperti yang kau buat ini..” Ia tersenyum sambil melihat kearahku.
Terlihat matanya menatap dalam kearahku,dan kemudian mengalihkannya cepat.
“Andai aku bisa menggoreskan hingga tercipta gambaran yang penuh makna..pasti aku akan menggoreskannya sekarang juga..karena aku ingin sekali mengungkapkan angan-angan yang selalu ada dalam benakku hingga saat ini..”Ia menatap luas ke arah dermaga,angin semilir menerpa wajahnya. Semakin menampakkan sinar matanya yang berbinar.
“Angan-angan apa?” Aku menatap kearahnya dengan rasa penasaran yang memuncak. Ia jarang sekali menampakkan raut wajah yang berbeda seperti itu. Tapi lagi-lagi ia hanya tersenyum mendengar pertanyaanku. Ia beberapa tahun lebih tua dariku,mungkin itu yang membuat aku sering tidak mengerti saat ia mengatakan sesuatu dengan bahasanya matanya.
“Kau mau mengajariku menggoreskan warna-warna itu ?” Tanyanya tiba-tiba.
“Apakah ini pertanda kau mulai menyukai seni ? “Ucapku tersenyum menggoda. Ia tertawa dan kemudian menatapku dalam. Akupun menatap ke arahnya.
“Bukan karena aku tertarik pada seni,tetapi karena aku ingin belajar menggoreskan warna-warna indah kehidupan denganmu..agar tercipta lukisan indah yang nantinya dapat kita bingkai dan kenang bersama-sama..” Ucapnya tersenyum hangat.
“Apa maksudmu? “ Tanyaku bingung. Ia hanya tertawa sambil mengusap kepalaku seperti yang ia lakukan kepada anak kecil.
“Ahh kau ini..masih saja tidak mengerti..” Ia kembali tertawa mengejek. Aku hanya terdiam sembari berpikir apa maksudnya. Ia kembali menatapku dalam.
“Aku ingin merangkai warna-warna kehidupan denganmu..sampai tua nanti..sampai kau keriput dan jelek..”Ia tertawa lepas dan tersenyum mengejek kepadaku. Aku mencubit lengannya yang kuat itu. Ia meringis geli sambil mencuri pandang kepadaku yang sedang kesal.
“Bagaimana ? kau mau tidak ?” Tanya nya kembali serius dan mengusaikan tertawanya.
“Menikah maksudmu ?” Tanyaku dengan polos. Ia hanya tersenyum sambil menatap lepas ke arah dermaga tanpa menjawab pertanyaanku.
“Kenapa kau harus menikah denganku ? “Tanyaku lagi. Lagi-lagi ia hanya tersenyum.
“Karena tanpamu,tak akan pernah ada pernikahan bagiku..” Ucapnya. Aku terdiam menatap kearahnya.