Angin
berhembus pelan menerpa tubuhku yang sedang terpaku menatap keindahan ciptaan
Sang Rabbul Izzati. Ku curahkan keindahan yang ku lihat senja itu lewat
goresan-goresan tanpa makna,yang tak kan pernah mampu menandingi pesona
ciptaan-Nya. Karena aku hanyalah sebutir debu yang mudah sekali terhempas dan
terbawa entah kemana sang semilir akan membawaku. Aku berhenti menggoreskan
warna-warna itu ketika seseorang telah berdiri dan tersenyum di sampingku.
Aku
hanya membalas senyumnya dan kembali menatap dalam hamparan indah langit senja
berharap bisa mengatakan kepada seluruh dunia bahwa ciptaan Tuhanku maha
sempurna. Riak air terdengar merdu berbisik di telingaku,seakan sedang memuji
keagungan-Nya. Aku membersihkan kuasku sembari duduk di bangku kecil yang biasa
ku bawa saat aku ingin menggoreskan sebagian perasaanku di kanvas. Dermaga di
sore itu seakan membawaku pada perasaan rindu,rindu pada surga-Nya yang kekal
nanti. Memberi sedikit gambaran tentang kedamaian yang tak bisa dibeli.
Ia,bangkit dari duduknya dan kemudian menggeser sedikit standing itu hingga apa yang tersandar disana terlihat jelas dari
tempatku duduk. Ia tersenyum dan kemudian duduk di sampingku sembari melihat
kearah gambaran tak bermakna tersebut.
“Jelek ya ?” Tanyaku sembari
menatap ke arahnya. Dan ia hanya tersenyum.
“Pasti iya deh..” Ucapku lagi
sambil menunduk. Dan lagi-lagi ia hanya tersenyum sembari terus menatap lukisan
dihadapannya.
“Sebenarnya,aku tidak
mengerti seni..bahkan tanganku tak bisa menggoreskan warna hingga menghasilkan
gambaran indah seperti yang kau buat ini..” Ia tersenyum sambil melihat
kearahku.
Terlihat matanya menatap
dalam kearahku,dan kemudian mengalihkannya cepat.
“Andai aku bisa menggoreskan
hingga tercipta gambaran yang penuh makna..pasti aku akan menggoreskannya
sekarang juga..karena aku ingin sekali mengungkapkan angan-angan yang selalu
ada dalam benakku hingga saat ini..”Ia menatap luas ke arah dermaga,angin
semilir menerpa wajahnya. Semakin menampakkan sinar matanya yang berbinar.
“Angan-angan apa?” Aku
menatap kearahnya dengan rasa penasaran yang memuncak. Ia jarang sekali
menampakkan raut wajah yang berbeda seperti itu. Tapi lagi-lagi ia hanya
tersenyum mendengar pertanyaanku. Ia beberapa tahun lebih tua dariku,mungkin
itu yang membuat aku sering tidak mengerti saat ia mengatakan sesuatu dengan
bahasanya matanya.
“Apakah ini pertanda kau
mulai menyukai seni ? “Ucapku tersenyum menggoda. Ia tertawa dan kemudian
menatapku dalam. Akupun menatap ke arahnya.
“Bukan karena aku tertarik
pada seni,tetapi karena aku ingin belajar menggoreskan warna-warna indah
kehidupan denganmu..agar tercipta lukisan indah yang nantinya dapat kita
bingkai dan kenang bersama-sama..” Ucapnya tersenyum hangat.
“Apa maksudmu? “ Tanyaku
bingung. Ia hanya tertawa sambil mengusap kepalaku seperti yang ia lakukan kepada
anak kecil.
“Ahh kau ini..masih saja
tidak mengerti..” Ia kembali tertawa mengejek. Aku hanya terdiam sembari
berpikir apa maksudnya. Ia kembali menatapku dalam.
“Aku ingin merangkai
warna-warna kehidupan denganmu..sampai tua nanti..sampai kau keriput dan
jelek..”Ia tertawa lepas dan tersenyum mengejek kepadaku. Aku mencubit
lengannya yang kuat itu. Ia meringis geli sambil mencuri pandang kepadaku yang
sedang kesal.
“Bagaimana ? kau mau tidak ?”
Tanya nya kembali serius dan mengusaikan tertawanya.
“Menikah maksudmu ?” Tanyaku
dengan polos. Ia hanya tersenyum sambil menatap lepas ke arah dermaga tanpa
menjawab pertanyaanku.
“Kenapa kau harus menikah
denganku ? “Tanyaku lagi. Lagi-lagi ia hanya tersenyum.
“Karena tanpamu,tak akan
pernah ada pernikahan bagiku..” Ucapnya. Aku terdiam menatap kearahnya.