Malang,my first day in wonderful
August.
Alhamdulillah,
kata-kata pertama yang ingin terucap ketika mata kembali menatap hangatnya rona
indah ciptaan Robbul Izzati yang membuat terlena. Serasa jiwa tak ingin
terlepas dari janji kedamaian. Janji yang jelas dan pasti akan kebenarannya,janji
yang jelas siapa yang menjanjikannya, janji yang nyata dari beribu-ribu
peliknya maya. Pagi ini, dalam ku hirup ketenangannya tanpa ingin seorangpun
meniadakan. Jendela di losmen kecil pinggiran kota ini terbuka lebar, lebar
sekali. Sengaja aku lakukan untuk mengecilkan jarakku dengan bukti agung
ciptaanNya. Semerbak keharuman dan kesejukan entah darimana asalnya, mungkin
Tuhan pun sedang membuka jendela syurganya, sehingga serpihan sejuk dan
segarnya bisa aku rasa.
Separuh ramadhan
terlewat, bahkan hari kemenangan semakin dekat. Cepat sekali, pikirku. Baru kemarin
aku merindukannya. Baru kemarin aku menunggu-nunggu damai dalam harinya. Rahmat
dalam setiap waktunya,ampunan yang melimpah ruah, suasana sederhana tapi sebenarnya
megah. Kemenangan, bukan aku tak merindukannya. Hanya saja, bulan sebelumnya
begitu menyenangkan. Begitu menjanjikan.
Pagi ku di
hari kerja terakhir sebelum libur, libur sebelum lebaran kata orang. Lama sekali
aku menunggu hari ini. Sebenarnya lebih tepat menunggu hari setelah hari ini. Ah
tidak, bisa jadi aku menunggu apa yang akan aku lakukan di hari setelah hari
ini. Rasanya, rindu ini meruak di dalam dada. Menyisakan sesak yang tak bisa
aku tahu apa obatnya. Aku rindu, rindu sekali. Rindu akan suasana di sana. Tempat
dimana sebagian besar cerita masa kecilku tercipta. Tempat dimana seluruh
orang-orangnya selalu melindungiku dari sengat dunia. Tempat dimana dua sosok
hebat itu merangkulku hingga aku menjadi dewasa.
Hari ini, aku
menulis lagi. Sesuatu membuat jemariku kembali bergerak menuliskan sepenggal
cerita. Ini bukanlah sebuah hal yang pantas diberi perhatian lebih, ini hanya
serpihan cerita yang mungkin suatu hari nanti bisa aku baca ulang,dan berulang
kali. Hingga aku akan tersenyum sendiri mengingat apa yang aku tulis hari ini. Terima
kasih kamu, membuat aku ingin bercerita lagi. J
Kembali pada
hari ini, ya di hari ini. Hari ini, seperti biasa kuawali hari. Ramadhan disini
membuatku rindu, rindu kehangatan suasana masa kecilku. Perlahan folder cerita
ku terbuka,terpampang siluet-siluet merangkai indah sebuah cerita. Menyeruak kisah-kisah
manis nan lucu. Ah tidak tidak, tidak hanya itu. Banyak cerita duka terselip
sebenarnya. Hanya saja, aku ingin mengingat yang indah-indah saja. Hehehe. Usiaku
saat ini sudah 20 tahun. Ya kepala dua ya. Sudah tua dan berumur rupanya. Hehehe.
Di usia ku saat ini, aku semakin sadar. Ternyata aku bukan lagi peri kacil
ayahku, bukan lagi gadis mungil yang manja. Bukan lagi menjadi gadis kecil yang
merengek minta ini itu. Aku sudah besar rupanya, ah tapi belum cukup dewasa
sepertinya. Rasanya masih ingin aku bermanja-manja, rasanya baru kemarin ayah
menggendongku di punggungnya. Menaruh aku di atas punggungnya ketika beliau berenang
di sungai karena aku takut dan tak bisa berenang. Ah, rasanya baru kemarin aku
di gandeng ibuku kepasar,rasanya baru kemarin aku merengek dan menangis meminta
gula-gula kapas. Ah, semua terasa baru kemarin. Kemarin sekali.
Tapi lihatlah
aku sekarang, semua sudah berubah. Berubah sekali. Sekarang aku sudah terbiasa
hidup sendiri di kota rantau. Dulu, ibu masih membangunkanku dan memasak untukku
ketika sahur, dulu ibu selalu menyiapkan air hangat saat aku mau mandi, dulu
ibu selalu menyisir rambutku. Tapi semua itu dulu. Sekarang, aku disini hidup
sendiri. Mengurus segala keperluanku sendiri. Bangun dan memasak sahur untuk
aku makan sendiri. Senang awalnya, aku bisa melakukan apapun yang ingin aku
lakukan sendiri. Bahagia memang. Tapi ternyata sepi. Tidak ada lagi gelak tawa
saat berbuka. Tidak ada lagi ribut-ribut saat sahur tiba. Ah, semua itu
benar-benar membuatku rindu. Rindu sekali.
“Goodbye July, hello August"