Minggu, 17 Juni 2012

Teruntuk Calon Istri yang Cantik Hati dan Jiwa (re-post)

1. Menerima dengan ikhlas kepemimpinan suami dan qanaah kepadanya

 “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). (An-Nisa: 34) “…. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunya kelebihan di atas mereka. Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah: 228)

 2. Keridhaan suami atas sikap istri adalah pintu surga bagi istri

 “Apakah engkau sudah bersuami?” Bibi Al-Hushain menjawab: “Sudah.” “Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?” tanya Rasulullah lagi. Ia menjawab: “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.” Rasulullah bersabda: “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR. Ahmad dan selainnya) “Jika wanita mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, memelihara kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka dikatakan kepadanya (pada hari Kiamat): ‘Masuklah ke dalam Surga dari pintu manapun yang kamu suka’”. (HR. Ahmad)

 3. Mentaati suami, kecuali dalam perkara maksiat

 “Hanyalah ketaatan itu dalam perkara yang ma’ruf.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Ahmad) “Dan para istri yang kalian khawatirkan (kalian ketahui dan yakini) nusyuznya maka hendaklah kalian menasihati mereka, meninggalkan mereka di tempat tidur, dan memukul mereka. Kemudian jika mereka menaati kalian maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka.” (An-Nisa`: 34)
 “Rasulullah SAW pernah ditanya tentang isteri yang baik. Beliau menjawab: Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila dipandang menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri dan harta suami (manakala suaminya tidak ada)” (HR. Nasa`i) “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak ajakan suaminya melainkan yang di langit (penduduk langit) murka pada istri tersebut sampai suaminya ridha kepadanya.” (HR. Muslim) Tidaklah seorang mukmin mengambil manfaat setelah ketakwaan kepada Allah SWT yang lebih baik daripada istri shalihah: jika ia menyuruhnya, ia mentaatinya; jika ia memandangnya, ia menyenangkan hatinya; jika ia bersumpah kepadanya, ia menunaikan sumpahnya; dan jia ia sedang pergi darinya, ia memelihara kesucian diri dan menjaga harta suaminya.” (HR. Ibnu Majah)

 4. Membantu suami dalam menegakkan agama dan memelihara kehormatannya

 “Harta yang utama adalah lisan yang senantiasa berdzikir, hati yang senantiasa bersyukur dan istri beriman yang membantu suami dalam menegakkan bangunan imannya”. (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi) “Wanita itu pemimpin di rumah suaminya.” (HR. Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi) “Sebaik-baiknya istri kalian ialah yang penuh kasih dan taat terhadap suaminya jika mereka bertakwa kepada Allah. Dan seburuk-buruk istri kalian ialah yang bersolek dan banyak akal (untuk memperdaya suaminya); mereka adalah munafik, yang tidak akan masuk Surga dari mereka kecuali seperti gagak yang kedua kaki dan paruhnya berwarna merah.” (HR. Abu Nu’aim) “Wanita manapun yang menanggalkan pakaiannya di selain rumahnya, maka Allah merusak tabir-Nya darinya.” (HR. At-Tirmidzi)

 5. Tidak keluar rumah kecuali atas izin suami “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. ….” (Al-Ahzab: 33) “…..janganlah ia keluar rumah dalam keadaan suaminya tidak ridha.” (HR. Baihaqi dan Hakim) “Jika istri salah seorang dari kalian meminta izin untuk pergi ke masjid, maka janganlah menghalanginya.” (HR. Bukhari, Muslim, dan yang lainnya) “Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih utama dari shalatnya di kamarnya, shalatnya di bilik khususnya lebih utama dari shalatnya di rumahnya.” (HR. Abu-Dawud)

 6. Tidak berpuasa sunnah kecuali atas izin suami

 “Tidak halal bagi wanita melaksanakan puasa, sedangkan suaminya ada di rumah, kecuali dengan seizinnya.” (HR. Al-Bukhari, dan Muslim)

 7. Tidak menyakiti suami serta tidak menuntut kepadanya sesuatu yang tidak dibutuhkan dan melebihi kesanggupannya

 “Tidaklah seorang wanita menyakiti hati suaminya di dunia, melainkan istrinya yang berasal dari kalangan bidadari berkata: ‘Jangan sakiti dia, semoga Allah membinasakanmu. Ia hanyalah seorang yang lemah yang nyaris meninggalkanmu (untuk pergi) kepada kami’ ” (HR. At-Tirmidzi) “Ridhalah dengan apa yang Allah berikan kepadamu, niscaya engkau menjadi manusia paling kaya.” (HR. Al-Bukhari) “Allah tidak memandang seorang wanita yang tidak berterima kasih kepada suaminya, padahal dia butuh kepadanya.” (HR. An-Nasai) “Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya, “Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang dari mereka pada suatu masa, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata: ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 8. Tidak boleh mengizinkan seseorang masuk ke rumah suami kecuali dengan izin suami

 “Ketahuilah, kalian memiliki hak terhadap istri-istri kalian dan mereka pun memiliki hak terhadap kalian. Hak kalian terhadap mereka adalah mereka tidak boleh membiarkan seorang yang tidak kalian sukai untuk menginjak permadani kalian dan mereka tidak boleh mengizinkan orang yang kalian benci untuk memasuki rumah kalian. Sedangkan hak mereka terhadap kalian adalah kalian berbuat baik terhadap mereka dalam hal pakaian dan makanan mereka.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibn Majah)

 9. Tidak boleh menginfaqkan sebagian hartanya kecuali atas izin suami

 “Seorang istiri tidak boleh menginfakkan sebagian harta suami kecuali dengan izinnya” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Hasan)

*** Semoga bermanfaat.

25 Laki-Laki Yang Seksi

Engkau wanita yang mulia dan yang rindu dimuliakan oleh belahan jiwa yang dipantaskan oleh Tuhan dengan keindahan pribadimu, berikut ini adalah 25 sifat laki-laki yang semoga disatukan kedalam diri belahan jiwamu. Cobalah untuk menyusun ke-25 daftar sifat ini dalam urutan yang paling kau sukai, dan engkau akan menemui urutan sifat yang harus kau bangun di dalam hati danperilakumu.
 Wanita yang baik bagi laki-laki yang baik, dan sebaliknya.

 Ini dia! Laki-laki yang seksi adalah:
 1. Yang sukses.

 2. Yang menghasilkan uang yang banyak, tapi menyerahkan semuanya kepadamu. 

 3. Yang tidak salah, tapi meminta maaf kepadamu, walau pun engkau yang salah.

 4. Yang bisa masak.

 5. Yang menyukai dan memuji masakanmu - apa pun rasanya.

 6. Yang tidak bisa menyanyi, tapi menyanyikan lagu cinta untukmu. 

 7. Yang tegas kepada orang lain, tapi lembut kepadamu.

 8. Yang gagah berani dalam pertempuran, tapi yang merengek manja di pangkuanmu.

 9. Yang matanya terbelalak, nafasnya tercekat, super lebay dan berlebihan dalam memuji kecantikanmu. 

 10. Yang memimpin dunia dan dengan tegas mengharuskan kepatuhan kepada aturannya, tapi menurut kepada aturanmu. 

 11. Engkau tahu dia berbohong saat memujimu, tapi dia berbohong dengan indah, tulus, dan penuh cinta. 

12. Yang hidup hanya untukmu.

 13. Yang memerintah dan berkhotbah kepada semesta, tapi diam dengan wajah bayi dan tak bersuara saat engkau berbicara. 

 14. Yang berani menghadapi sebesar-besarnya musuh dan bencana, tapi yang sangat takut membuatmu menangis. 

 15. Yang suaranya menggelegar membuat guntur minder, tapi halus dan lembut saat menyebut namamu. 

 16. Yang menolak makan sebelum semua orang yang dipimpinnya makan, tapi mengikutimu di sekeliling dapur jika dia lapar. 

 17. Dia menyemangati rakyat untuk hidup dengan mandiri, tapi dia minta kau suapi saat makan. 

 18. Dia mengetahui arah perjalanan bangsa dalam menuju Indonesia yang jaya dan cemerlang, tapi kebingungan jika engkau tak bersamanya. 

 19. Dia pembawa pesan dari langit, tapi tetap meminta nasihatmu untuk keputusan yang penting bagi kebaikan banyak orang. 

 20. Dia bersedih dan menyalahkan dirinya sendiri jika engkau berlaku kasar kepadanya. 

 21. Saat engkau meminta maaf kepadanya, dia tersenyum dan meminta maaf telah menyebabkanmu berlaku seperti itu, walau sebetulnya engkau tahu hatinya tersayat pedih oleh kekasaranmu.

 22. Dia mengharumkan namamu sebagai Permaisuri dalam kerajaannya. 

 23. Dia menjadikanmu seindah-indahnya perhiasan baginya.

 24. Saat dia dihina oleh orang lain, dalam kemiskinan atau dalam kejatuhan derajat, dia tetap merasa yang tertinggi dan terkaya, karena dia memilikimu. 

 25. Engkau adalah kebanggaan hidupnya.

Pudarnya Pesona Cleopatra ( re-post)

Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada dalam kandungan aku telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal." Ibunya Raihana adalah teman karib ibu waktu nyantri di pesantren Mangkuyudan Solo dulu" kata ibu. "Kami pernah berjanji, jika dikarunia anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh tali persaudaraan. Karena itu ibu mohon keikhlasanmu", ucap beliau dengan nada mengiba. Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku menuruti keinginan ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi mentari pagi dihatinya, meskipun untuk itu aku harus mengorbankan diriku. Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya dalam hatiku timbul kecemasan-kecemasan yang datang begitu saja dan tidak tahu alasannya. Yang jelas aku sudah punya kriteria dan impian tersendiri untuk calon istriku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai. Saat khitbah (lamaran) sekilas kutatap wajah Raihana, benar kata Aida adikku, ia memang baby face dan anggun. Namun garis-garis kecantikan yang kuinginkan tak kutemukan sama sekali. Adikku, tante Lia mengakui Raihana cantik, "cantiknya alami, bisa jadi bintang iklan Lux lho, asli!” kata tante Lia. Tapi penilaianku lain, mungkin karena aku begitu hanyut dengan gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra, yang tinggi semampai, wajahnya putih jelita, dengan hidung melengkung indah, mata bulat bening khas arab, dan bibir yang merah. Di hari-hari menjelang pernikahanku, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku untuk calon istriku, tetapi usahaku selalu sia-sia. Aku ingin memberontak pada ibuku, tetapi wajah teduhnya meluluhkanku. Hari pernikahan datang. Duduk dipelaminan bagai mayat hidup, hati hampa tanpa cinta, Pestapun meriah dengan empat group rebana. Lantunan shalawat Nabipun terasa menusuk-nusuk hati. Kulihat Raihana tersenyum manis, tetapi hatiku terasa teriris-iris dan jiwaku meronta. Satu-satunya harapanku adalah mendapat berkah dari Allah SWT atas baktiku pada ibuku yang kucintai. Rabbighfir li wa liwalidayya! Layaknya pengantin baru, kupaksakan untuk mesra tapi bukan cinta, hanya sekedar karena aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-ayatNya. Raihana tersenyum mengembang, hatiku menangisi kebohonganku dan kepura-puraanku. Tepat dua bulan Raihana kubawa ke kontrakan dipinggir kota Malang. Mulailah kehidupan hampa. Aku tak menemukan adanya gairah. Betapa susah hidup berkeluarga tanpa cinta. Makan, minum, tidur, dan shalat bersama dengan makhluk yang bernama Raihana, istriku, tapi Masya Allah bibit cintaku belum juga tumbuh. Suaranya yang lembut terasa hambar, wajahnya yang teduh tetap terasa asing. Memasuki bulan keempat, rasa muak hidup bersama Raihana mulai kurasakan, rasa ini muncul begitu saja. Aku mencoba membuang jauh-jauh rasa tidak baik ini, apalagi pada istri sendiri yang seharusnya kusayang dan kucintai. Sikapku pada Raihana mulai lain. Aku lebih banyak diam, acuh tak acuh, agak sinis, dan tidur pun lebih banyak di ruang tamu atau ruang kerja. Aku merasa hidupku adalah sia-sia, belajar di luar negeri sia-sia, pernikahanku sia-sia, keberadaanku sia-sia. Tidak hanya aku yang tersiksa, Raihanapun merasakan hal yang sama, karena ia orang yang berpendidikan, maka diapun tanya, tetapi kujawab " tidak apa-apa koq mbak, mungkin aku belum dewasa, mungkin masih harus belajar berumah tangga" Ada kekagetan yang kutangkap diwajah Raihana ketika kupanggil 'mbak', " kenapa mas memanggilku mbak, aku kan istrimu, apa mas sudah tidak mencintaiku" tanyanya dengan guratan wajah yang sedih. "wallahu a'lam" jawabku sekenanya. Dengan mata berkaca-kaca Raihana diam menunduk, tak lama kemudian dia terisak-isak sambil memeluk kakiku, "Kalau mas tidak mencintaiku, tidak menerimaku sebagai istri kenapa mas ucapkan akad nikah? Kalau dalam tingkahku melayani mas masih ada yang kurang berkenan, kenapa mas tidak bilang dan menegurnya, kenapa mas diam saja, aku harus bersikap bagaimana untuk membahagiakan mas, kumohon bukalah sedikit hatimu untuk menjadi ruang bagi pengabdianku, bagi menyempurnakan ibadahku didunia ini". Raihana mengiba penuh pasrah. Aku menangis menitikan air mata buka karena Raihana tetapi karena kepatunganku. Hari terus berjalan, tetapi komunikasi kami tidak berjalan. Kami hidup seperti orang asing tetapi Raihana tetap melayaniku menyiapkan segalanya untukku. Suatu sore aku pulang mengajar dan kehujanan, sampai dirumah habis maghrib, bibirku pucat, perutku belum kemasukkan apa-apa kecuali segelas kopi buatan Raihana tadi pagi, Memang aku berangkat pagi karena ada janji dengan teman. Raihana memandangiku dengan khawatir. "Mas tidak apa-apa" tanyanya dengan perasaan kuatir. "Mas mandi dengan air panas saja, aku sedang menggodoknya, lima menit lagi mendidih" lanjutnya. Aku melepas semua pakaian yang basah. "Mas airnya sudah siap" kata Raihana. Aku tak bicara sepatah katapun, aku langsung ke kamar mandi, aku lupa membawa handuk, tetapi Raihana telah berdiri didepan pintu membawa handuk. "Mas aku buatkan wedang jahe" Aku diam saja. Aku merasa mulas dan mual dalam perutku tak bisa kutahan. Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi dan Raihana mengejarku dan memijit-mijit pundak dan tengkukku seperti yang dilakukan ibu. " Mas masuk angin. Biasanya kalau masuk angin diobati pakai apa, pakai balsam, minyak putih, atau jamu?" tanya Raihana sambil menuntunku ke kamar. "Mas jangan diam saja dong, aku kan tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk membantu Mas". " Biasanya dikerokin" jawabku lirih. " Kalau begitu kaos mas dilepas ya, biar Hana kerokin" sahut Raihana sambil tangannya melepas kaosku. Aku seperti anak kecil yang dimanja ibunya. Raihana dengan sabar mengerokin punggungku dengan sentuhan tangannya yang halus. Setelah selesai dikerokin, Raihana membawakanku semangkok bubur kacang hijau. Setelah itu aku merebahkan diri di tempat tidur. Kulihat Raihana duduk di kursi tak jauh dari tempat tidur sambil menghafal Al Quran dengan khusyu. Aku kembali sedih dan ingin menangis, Raihana manis tapi tak semanis gadis-gadis mesir titisan Cleopatra. Dalam tidur aku bermimpi bertemu dengan Cleopatra, ia mengundangku untuk makan malam di istananya." Aku punya keponakan namanya Mona Zaki, nanti akan aku perkenalkan denganmu" kata Ratu Cleopatra. " Dia memintaku untuk mencarikannya seorang pangeran, aku melihatmu cocok dan berniat memperkenalkannya denganmu". Aku mempersiapkan segalanya. Tepat puku 07.00 aku datang ke istana, kulihat Mona Zaki dengan pakaian pengantinnya, cantik sekali. Sang ratu mempersilakan aku duduk di kursi yang berhias berlian. Aku melangkah maju, belum sempat duduk, tiba-tiba " Mas, bangun, sudah jam setengah empat, mas belum sholat Isya" kata Raihana membangunkanku. Aku terbangun dengan perasaan kecewa. " Maafkan aku Mas, membuat Mas kurang suka, tetapi Mas belum sholat Isya" lirih Hana sambil melepas mukenanya, mungkin dia baru selesai sholat malam. Meskipun cuman mimpi tapi itu indah sekali, tapi sayang terputus. Aku jadi semakin tidak suka sama dia, dialah pemutus harapanku dan mimpi-mimpiku. Tapi apakah dia bersalah, bukankah dia berbuat baik membangunkanku untuk sholat Isya. Selanjutnya aku merasa sulit hidup bersama Raihana, aku tidak tahu dari mana sulitnya. Rasa tidak suka semakin menjadi-jadi. Aku benar-benar terpenjara dalam suasana konyol. Aku belum bisa menyukai Raihana. Aku sendiri belum pernah jatuh cinta, entah kenapa bisa dijajah pesona gadis-gadis titisan Cleopatra. "Mas, nanti sore ada acara aqiqah di rumah Yu Imah. Semua keluarga akan datang termasuk ibundamu. Kita diundang juga. Yuk, kita datang bareng, tidak enak kalau kita yang dieluk-elukan keluarga tidak datang" Suara lembut Raihana menyadarkan pengembaraanku pada Jaman Ibnu Hazm. Pelan-pelan ia letakkan nampan yang berisi onde-onde kesukaanku dan segelas wedang jahe. Tangannya yang halus agak gemetar. Aku dingin-dingin saja. " Ma....maaf jika mengganggu Mas, maafkan Hana," lirihnya, lalu perlahan-lahan beranjak meninggalkan aku di ruang kerja. " Mbak! Eh maaf, maksudku D..Din...Dinda Hana!, panggilku dengan suara parau tercekak dalam tenggorokan. " Ya Mas!" sahut Hana langsung menghentikan langkahnya dan pelan-pelan menghadapkan dirinya padaku. Ia berusaha untuk tersenyum, agaknya ia bahagia dipanggil "dinda". " Matanya sedikit berbinar. "Te...terima kasih...Di...dinda, kita berangkat bareng kesana, habis sholat dhuhur, insya Allah," ucapku sambil menatap wajah Hana dengan senyum yang kupaksakan. Raihana menatapku dengan wajah sangat cerah, ada secercah senyum bersinar dibibirnya. " Terima kasih Mas, Ibu kita pasti senang, mau pakai baju yang mana Mas, biar dinda siapkan? Atau biar dinda saja yang memilihkan ya?". Hana begitu bahagia. Perempuan berjilbab ini memang luar biasa, Ia tetap sabar mencurahkan bakti meskipun aku dingin dan acuh tak acuh padanya selama ini. Aku belum pernah melihatnya memasang wajah masam atau tidak suka padaku. Kalau wajah sedihnya ya. Tapi wajah tidak sukanya belum pernah. Bah, lelaki macam apa aku ini, kutukku pada diriku sendiri. Aku memaki-maki diriku sendiri atas sikap dinginku selama ini., Tapi, setetes embun cinta yang kuharapkan membasahi hatiku tak juga turun. Kecantikan aura titisan Cleopatra itu? Bagaimana aku mengusirnya. Aku merasa menjadi orang yang paling membenci diriku sendiri di dunia ini. Acara pengajian dan aqiqah putra ketiga Fatimah kakak sulung Raihana membawa sejarah baru lembaran pernikahan kami. Benar dugaan Raihana, kami dielu-elukan keluarga, disambut hangat, penuh cinta, dan penuh bangga. " Selamat datang pengantin baru! Selamat datang pasangan yang paling ideal dalam keluarga! Sambut Yu Imah disambut tepuk tangan bahagia mertua dan ubundaku serta kerabat yang lain. Wajah Raihana cerah. Matanya berbinar-binar bahagia. Lain dengan aku, dalam hatiku menangis disebut pasangan ideal. Apanya yang ideal. Apa karena aku lulusan Mesir dan Raihana lulusan terbaik dikampusnya dan hafal Al Quran lantas disebut ideal? Ideal bagiku adalah seperti Ibnu Hazm dan istrinya, saling memiliki rasa cinta yang sampai pada pengorbanan satu sama lain. Rasa cinta yang tidak lagi memungkinkan adanya pengkhianatan. Rasa cinta yang dari detik ke detik meneteskan rasa bahagia. Tapi diriku? Aku belum bisa memiliki cinta seperti yang dimiliki Raihana. Sambutan sanak saudara pada kami benar-benar hangat. Aku dibuat kaget oleh sikap Raihana yang begitu kuat menjaga kewibawaanku di mata keluarga. Pada ibuku dan semuanya tidak pernah diceritakan, kecuali menyanjung kebaikanku sebagai seorang suami yang dicintainya. Bahkan ia mengaku bangga dan bahagia menjadi istriku. Aku sendiri dibuat pusing dengan sikapku. Lebih pusing lagi sikap ibuku dan mertuaku yang menyindir tentang keturunan. " Sudah satu tahun putra sulungku menikah, koq belum ada tanda-tandanya ya, padahal aku ingin sekali menimang cucu" kata ibuku. " Insya Allah tak lama lagi, ibu akan menimang cucu, doakanlah kami. Bukankah begitu, Mas?" sahut Raihana sambil menyikut lenganku, aku tergagap dan mengangguk sekenanya. Setelah peristiwa itu, aku mencoba bersikap bersahabat dengan Raihana. Aku berpura-pura kembali mesra dengannya, sebagai suami betulan. Jujur, aku hanya pura-pura. Sebab bukan atas dasar cinta, dan bukan kehendakku sendiri aku melakukannya, ini semua demi ibuku. Allah Maha Kuasa. Kepura-puraanku memuliakan Raihana sebagai seorang istri. Raihana hamil. Ia semakin manis. Keluarga bersuka cita semua. Namun hatiku menangis karena cinta tak kunjung tiba. Tuhan kasihanilah hamba, datangkanlah cinta itu segera. Sejak itu aku semakin sedih sehingga Raihana yang sedang hamil tidak kuperhatikan lagi. Setiap saat nuraniku bertanya" Mana tanggung jawabmu!" Aku hanya diam dan mendesah sedih. " Entahlah, betapa sulit aku menemukan cinta" gumamku. Dan akhirnya datanglah hari itu, usia kehamilan Raihana memasuki bulan ke enam. Raihana minta ijin untuk tinggal bersama orang tuanya dengan alas an kesehatan. Kukabulkan permintaanya dan kuantarkan dia kerumahnya.
Karena rumah mertua jauh dari kampus tempat aku mengajar, mertuaku tak menaruh curiga ketika aku harus tetap tinggal dikontrakan. Ketika aku pamitan, Raihana berpesan, " Mas untuk menambah biaya kelahiran anak kita, tolong nanti cairkan tabunganku yang ada di ATM. Aku taruh dibawah bantal, no pinnya sama dengan tanggal pernikahan kita". Setelah Raihana tinggal bersama ibunya, aku sedikit lega. Setiap hari Aku tidak bertemu dengan orang yang membuatku tidak nyaman. Entah apa sebabnya bisa demikian. Hanya saja aku sedikit repot, harus menyiapkan segalanya. Tapi toh bukan masalah bagiku, karena aku sudah terbiasa saat kuliah di Mesir. Waktu terus berjalan, dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saat aku pulang kehujanan. Sampai rumah hari sudah petang, aku merasa tubuhku benar-benar lemas. Aku muntah-muntah, menggigil, kepala pusing dan perut mual. Saat itu terlintas dihati andaikan ada Raihana, dia pasti telah menyiapkan air panas, bubur kacang hijau, membantu mengobati masuk angin dengan mengeroki punggungku, lalu menyuruhku istirahat dan menutupi tubuhku dengan selimut. Malam itu aku benar-benar tersiksa dan menderita. Aku terbangun jam enam pagi. Badan sudah segar. Tapi ada penyesalan dalam hati, aku belum sholat Isya dan terlambat sholat subuh. Baru sedikit terasa, andaikan ada Raihana tentu aku ngak meninggalkan sholat Isya, dan tidak terlambat sholat subuh. Lintasan Raihana hilang seiring keberangkatan mengajar di kampus. Apalagi aku mendapat tugas dari universitas untuk mengikuti pelatihan mutu dosen mata kuliah bahasa arab. Diantaranya tutornya adalah professor bahasa arab dari Mesir. Aku jadi banyak berbincang dengan beliau tentang mEsir. Dalam pelatihan aku juga berkenalan dengan Pak Qalyubi, seorang dosen bahasa arab dari Medan. Dia menempuh S1-nya di Mesir. Dia menceritakan satu pengalaman hidup yang menurutnya pahit dan terlanjur dijalani. "Apakah kamu sudah menikah?" kata Pak Qalyubi. "Alhamdulillah, sudah" jawabku. " Dengan orang mana?. " Orang Jawa". " Pasti orang yang baik ya. Iya kan? Biasanya pulang dari Mesir banyak saudara yang menawarkan untuk menikah dengan perempuan shalehah. Paling tidak santriwati, lulusan pesantren. Istrimu dari pesantren?". "Pernah, alhamdulillah dia sarjana dan hafal Al Quran". " Kau sangat beruntung, tidak sepertiku". " Kenapa dengan Bapak?" " Aku melakukan langkah yang salah, seandainya aku tidak menikah dengan orang Mesir itu, tentu batinku tidak merana seperti sekarang". " Bagaimana itu bisa terjadi?". " Kamu tentu tahu kan gadis Mesir itu cantik-cantik, dank arena terpesona dengan kecantikanya saya menderita seperti ini. Ceritanya begini, Saya seorang anak tunggal dari seorang yang kaya, saya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tua. Disana saya bersama kakak kelas namanya Fadhil, orang Medan juga. Seiring dengan berjalannya waktu, tahun pertama saya lulus dengan predkat jayyid, predikat yang cukup sulit bagi pelajar dari Indonesia. Demikian juga dengan tahun kedua. Karena prestasi saya, tuan rumah tempat saya tinggal menyukai saya. Saya dikenalkan dengan anak gadisnya yang bernama Yasmin. Dia tidak pakai jilbab. Pada pandangan pertama saya jatuh cinta, saya belum pernah melihat gadis secantuk itu. Saya bersumpah tidak akan menikah dengan siapapun kecuali dia. Ternyata perasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta saya didengar oleh Fadhil. Fadhil membuat garis tegas, akhiri hubungan dengan anak tuan rumah itu atau sekalian lanjutkan dengan menikahinya. Saya memilih yang kedua. Ketika saya menikahi Yasmin, banyak teman-teman yang memberi masukan begini, sama-sama menikah dengan gadis Mesir, kenapa tidak mencari mahasiswi Al Azhar yang hafal Al Quran, salehah, dan berjilbab. Itu lebih selamat dari pada dengan Yasmin yang awam pengetahuan agamanya. Tetpai saya tetap teguh untuk menikahinya. Dengan biaya yang tinggi saya berhasil menikahi Yasmin. Yasmin menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis Mesir. Perabot rumah yang mewah, menginap di hotel berbintang. Begitu selesai S1 saya kembali ke Medan, saya minta agar asset yang di Mesir dijual untuk modal di Indonesia. Kami langsung membeli rumah yang cukup mewah di kota Medan. Tahun-tahun pertama hidup kami berjalan baik, setiap tahunnya Yasmin mengajak ke Mesir menengok orang tuanya. Aku masih bisa memenuhi semua yang diinginkan YAsmin. Hidup terus berjalan, biaya hidup semakin nambah, anak kami yang ketiga lahir, tetapi pemasukan tidak bertambah. Saya minta Yasmin untuk berhemat. Tidak setiap tahun tetapi tiga tahun sekali Yasmin tidak bisa. Aku mati-matian berbisnis, demi keinginan Yasmin dan anak-anak terpenuhi. Sawah terakhir milik Ayah saya jual untuk modal. Dalam diri saya mulai muncul penyesalan. Setiap kali saya melihat teman-teman alumni Mesir yang hidup dengan tenang dan damai dengan istrinya. Bisa mengamalkan ilmu dan bisa berdakwah dengan baik. Dicintai masyarakat. Saya tidak mendapatkan apa yang mereka dapatkan. Jika saya pengin rending, saya harus ke warung. Yasmin tidak mau tahu dengan masakan Indonesia. Kau tahu sendiri, gadis Mesir biasanya memanggil suaminya dengan namanya. Jika ada sedikit letupan, maka rumah seperti neraka. Puncak penderitaan saya dimulai setahun yang lalu. Usaha saya bangkrut, saya minta Yasmin untuk menjual perhiasannya, tetapi dia tidak mau. Dia malah membandingkan dirinya yang hidup serba kurang dengan sepupunya. Sepupunya mendapat suami orang Mesir. Saya menyesal meletakkan kecantikan diatas segalanya. Saya telah diperbudak dengan kecantikannya. Mengetahui keadaan saya yang terjepit, ayah dan ibu mengalah. Mereka menjual rumah dan tanah, yang akhirnya mereka tinggal di ruko yang kecil dan sempit. Batin saya menangis. Mereka berharap modal itu cukup untuk merintis bisnis saya yang bangkrut. Bisnis saya mulai bangkit, Yasmin mulai berulah, dia mengajak ke Mesir. Waktu di Mesir itulah puncak tragedy yang menyakitkan. " Aku menyesal menikah dengan orang Indonesia, aku minta kau ceraikan aku, aku tidak bisa bahagia kecuali dengan lelaki Mesir". Kata Yasmin yang bagaikan geledek menyambar. Lalu tanpa dosa dia bercerita bahwa tadi di KBRI dia bertemu dengan temannya. Teman lamanya itu sudah jadi bisnisman, dan istrinya sudah meninggal. Yasmin diajak makan siang, dan dilanjutkan dengan perselingkuhan. Aku pukul dia karena tak bisa menahan diri. Atas tindakan itu saya dilaporkan ke polisi. Yang menyakitkan adalah tak satupun keluarganya yang membelaku. Rupanya selama ini Yasmin sering mengirim surat yang berisi berita bohong. Sejak saat itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu saya mendapat surat cerai dari Mesir sekaligus mendapat salinan surat nikah Yasmin dengann temannya. Hati saya sangat sakit, ketika si sulung menggigau meminta ibunya pulang". Mendengar cerita Pak Qulyubi membuatku terisak-isak. Perjalanan hidupnya menyadarkanku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnya terbayang dimataku, tak terasa sudah dua bualn aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada kerinduan yang menyelinap dihati. Dia istri yang sangat shalehah. Tidak pernah meminta apapun. Bahkan yang keluar adalah pengabdian dan pengorbanan. Hanya karena kemurahan Allah aku mendapatkan istri seperti dia. Meskipun hatiku belum terbuka lebar, tetapi wajah Raihana telah menyala didindingnya. Apa yang sedang dilakukan Raihana sekarang? Bagaimana kandungannya? Sudah delapan bulan. Sebentar lagi melahirkan. Aku jadi teringat pesannya. Dia ingin agar aku mencairkan tabungannya. Pulang dari pelatihan, aku menyempatkan ke toko baju muslim, aku ingin membelikannya untuk Raihana, juga daster, dan pakaian bayi. Aku ingin memberikan kejutan, agar dia tersenyum menyambut kedatanganku. Aku tidak langsung ke rumah mertua, tetapi ke kontrakan untuk mengambil uang tabungan, yang disimpan dibawah bantal. Dibawah kasur itu kutemukan kertas merah jambu. Hatiku berdesir, darahku terkesiap. Surat cinta siapa ini, rasanya aku belum pernah membuat surat cinta untuk istriku. Jangan-jangan ini surat cinta istriku dengan lelaki lain. Gila! Jangan-jangan istriku serong....Dengan rasa takut kubaca surat itu satu persatu. Dan Rabbi...ternyata surat-surat itu adalah ungkapan hati Raihana yang selama ini aku zhalimi. Ia menulis, betapa ia mati-matian mencintaiku, meredam rindunya akan belaianku. Ia menguatkan diri untuk menahan nestapa dan derita yang luar biasa. Hanya Allah lah tempat ia meratap melabuhkan dukanya. Dan ya .. Allah, ia tetap setia memanjatkan doa untuk kebaikan suaminya. Dan betapa dia ingin hadirnya cinta sejati dariku. "Rabbi dengan penuh kesyukuran, hamba bersimpuh dihadapan-Mu. Lakal hamdu ya Rabb. Telah muliakan hamba dengan Al Quran. Kalaulah bukan karena karunia-Mu yang agung ini, niscaya hamba sudah terperosok kedalam jurang kenistaan. Ya Rabbi, curahkan tambahan kesabaran dalam diri hamba......" tulis Raihana. Dalam akhir tulisannya Raihana berdoa" Ya Allah inilah hamba-Mu yang kerdil penuh noda dan dosa kembali datang mengetuk pintumu, melabuhkan derita jiwa ini kehadirat-Mu. Ya Allah sudah tujuh bulan ini hamba-Mu ini hamil penuh derita dan kepayahan. Namun kenapa begitu tega suami hamba tak mempedulikanku dan menelantarkanku. Masih kurang apa rasa cinta hamba padanya. Masih kurang apa kesetiaanku padanya. Masih kurang apa baktiku padanya? Ya Allah, jika memang masih ada yang kurang, ilhamkanlah pada hamba-Mu ini cara berakhlak yang lebih mulia lagi pada suamiku. Ya Allah, dengan rahmatMu hamba mohon jangan murkai dia karena kelalaiannya. Cukup hamba saja yang menderita. Maafkanlah dia, dengan penuh cinta hamba masih tetap menyayanginya. Ya Allah berilah hamba kekuatan untuk tetap berbakti dan memuliakannya. Ya Allah, Engkau maha Tahu bahwa hamba sangat mencintainya karena-Mu. Sampaikanlah rasa cinta ini kepadanya dengan cara-Mu. Tegurlah dia dengan teguran-Mu. Ya Allah dengarkanlah doa hamba-Mu ini. Tiada Tuhan yang layak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau". Tak terasa air mataku mengalir, dadaku terasa sesak oleh rasa haru yang luar biasa. Tangisku meledak. Dalam tangisku semua kebaikan Raihana terbayang. Wajahnya yang baby face dan teduh, pengorbanan dan pengabdiannya yang tiada putusnya, suaranya yang lembut, tanganya yang halus bersimpuh memeluk kakiku, semuanya terbayang mengalirkan perasaan haru dan cinta. Dalam keharuan terasa ada angina sejuk yang turun dari langit dan merasuk dalam jiwaku. Seketika itu pesona Cleopatra telah memudar berganti cinta Raihana yang datang di hati. Rasa sayang dan cinta pada Raihan tiba-tiba begitu kuat mengakar dalam hatiku. Cahaya Raihana terus berkilat-kilat dimata. Aku tiba-tiba begitu merindukannya. Segera kukejar waktu untuk membagi cintaku dengan Raihana. Kukebut kendaraanku. Kupacu kencang seiring dengan air mataku yang menetes sepanjang jalan. Begitu sampai di halaman rumah mertua, nyaris tangisku meledak. Kutahan dengan nafas panjang dan kuusap air mataku. Melihat kedatanganku, ibu mertuaku memelukku dan menangis tersedu-sedu. Aku jadi heran dan ikut menangis. "Mana Raihana Bu?". Ibu mertua hanya menangis dan menangis. Aku terus bertanya apa sebenarnya yang telah terjadi. " Raihana...istrimu..istrimu dan anakmu yang dikandungnya". " Ada apa dengan dia". "Dia telah tiada". " Ibu berkata apa!". " Istrimu telah meninggal seminggu yang lalu. Dia terjatuh di kamar mandi. Kami membawanya ke rumah sakit. Dia dan bayinya tidak selamat. Sebelum meninggal, dia berpesan untuk memintakan maaf atas segala kekurangan dan kekhilafannya selama menyertaimu. Dia meminta maaf karena tidak bisa membuatmu bahagia. Dia meminta maaf telah dengan tidak sengaja membuatmu menderita. Dia minta kau meridhionya". Hatiku bergetar hebat. " Ke...kenapa ibu tidak memberi kabar padaku?". " Ketika Raihana dibawa ke rumah sakit, aku telah mengutus seseorang untuk menjemputmu di rumah kontrakan, tapi kamu tidak ada. Dihubungi ke kampus katanya kamu sedang mengikuti pelatihan. Kami tidak ingin mengganggumu. Apalagi Raihana berpesan agar kami tidak mengganggu ketenanganmu selama pelatihan. Dan ketika Raihana meninggal kami sangat sedih, Jadi maafkanlah kami". Aku menangis tersedu-sedu. Hatiku pilu. Jiwaku remuk. Ketika aku merasakan cinta Raihana, dia telah tiada. Ketika aku ingin menebus dosaku, dia telah meninggalkanku. Ketika aku ingin memuliakannya dia telah tiada. Dia telah meninggalkan aku tanpa memberi kesempatan padaku untuk sekedar minta maaf dan tersenyum padanya. Tuhan telah menghukumku dengan penyesalan dan perasaan bersalah tiada terkira. Ibu mertua mengajakku ke sebuah gundukan tanah yang masih baru dikuburan pinggir desa. Diatas gundukan itu ada dua buah batu nisan. Nama dan hari wafat Raihana tertulis disana. Aku tak kuat menahan rasa cinta, haru, rindu dan penyesalan yang luar biasa. Aku ingin Raihana hidup kembali. Dunia tiba-tiba gelap semua.....

Teruntukmu Kawanku

teruntukmu wahai kawanku.. pernahkah kau bertanya dalam benakmu mengapa kau terlahir? pernahkah kau bertanya mengapa kau tak sesempurna mereka yang menurutmu sempurna? mengapa kau tak bisa selalu memiliki apa yang kau inginkan? pernahkah terlintas dalam fikirmu mengapa kau tak menarik semenarik yang kau anggap menarik? mengapa kebahagiaan tak menyapamu seperti ia ramah menyapa mereka? mengapa kekurangan selalu ada padamu, sementara kesempurnaan terlihat jelas dari mereka? ketahuilah kawanku.. aku dan kamu terlahir tidak membawa sebuah kesempurnaan melainkan kita menciptakannya bersama-sama, saling mengisi kekosongan, saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Ketahuilah kawanku.. tak selamanya yang terlihat bahagia benar-benar bahagia, dan yakinlah kita mampu bersama wujudkan kebahagiaan hakiki. Dengarlah kawanku.. pernahkah kau berfikir sejenak? bahwa yang kita punya saat ini adalah luar biasa, lebih dari cukup bila hati menunduk. Jangan mengejar sebuah kesempurnaan hidup kawan, karena itu akan menyulitkanmu meraih kedewasaan, membuat langkahmu gontai tanpa pelajaran, dan tentunya menjauhkan nuranimu dari syukur..

Teruntukmu Kawanku

Siluet Senja

         Sang mentari tampaknya mulai lelah menghangatkan  jiwa-jiwa yang tak pernah puas. Perlahan sinarnya mulai temaram dan bersembunyi. Menyisakan rona-rona indah yang berbaur bersama goresan-goresan warna menunjukkan Kuasa Sang Esa. Gemercik deburan air semakin menambah semarak nurani,hembusan angin yang menerpa meliuk-liuk menari bersama alunan senja. 
Sungguh agung benar ciptaan-Nya. Membuat semua hati yang disentuhnya akan bertekuk,semua yang menyaksikannya akan tertunduk,hempaskan jiwa yang mengamuk dan satukan kembali rasa yang telah remuk. Inikah gambaran sepercik keindahan di yang kekal nanti,inikah gambaran kedamaian di keabadian nanti. Sungguh indah,sungguh mengagumkan,sungguh luar biasa. Andaikan semua mata dan hati bisa merasakannya,betapa indahnya,betapa damainya,betapa agungnya. Andaikan semua rasa bisa terkalahkan olehnya,tak kan ada lagi ego yang menjelma,tak ada lagi permusuhan yang menghancurkan,tak ada lagi sedih yang mencekam. Semesta hanya mampu terdiam,hanya mampu termenung menyaksikan segala ulah tangan-tangan yang berkuasa. Menghancurkan,meniadakan,menghilangkan. Segala ketenteraman yang telah tercipta,yang telah ada,dan yang telah membuat rasa bahagia. Inikah awal dari kehancuran?inikah awal dari kenistaan?yang akan menjadi tombak penghancur,tombak penegur,yang akan membuat semua nyata dan tak ada lagi yang mampu menghibur.
Gadis itu duduk terdiam ditepi dermaga. Dengan secarik kertas lengkap dengan pena di sela-sela jarinya. Di pangkuannya terlihat sebuah buku yang mengisahkan kisah hidupnya. Tatapan matanya kosong,dengan sesekali manitikkan air mata sembari menggerakkan pena dengan jarinya menyusuri  sedikit demi sedikit putihnya kertas menyisakan goresan yang amat indah dan bermakna untuknya. Tak terlihat seorangpun berada disisinya. Dia tampak sangat mendalami alunan desah melodi senja,tak peduli hari semakin larut dan merengkuh jiwanya dalam gelap yang pekat. Dia baru beranjak ketika sayup-sayup panggilan menghadap Sang Kuasa terdengar. Dia berlari meninggalkan dermaga sembari memeluk erat kertas-kertas itu seperti tak ingin seorangpun merebut itu darinya.  Inikah gambaran seseorang yang terluka?atau seseorang yang tengah bahagia?entahlah..tak seorangpun tahu dirinya,tak seorangpun tahu hatinya,tak seorangpun menyadari kepedihannya. ini hanya tentang siluet senja di kehidupannya.

Rabu, 11 April 2012

Goresan Kehidupan


Angin berhembus pelan menerpa tubuhku yang sedang terpaku menatap keindahan ciptaan Sang Rabbul Izzati. Ku curahkan keindahan yang ku lihat senja itu lewat goresan-goresan tanpa makna,yang tak kan pernah mampu menandingi pesona ciptaan-Nya. Karena aku hanyalah sebutir debu yang mudah sekali terhempas dan terbawa entah kemana sang semilir akan membawaku. Aku berhenti menggoreskan warna-warna itu ketika seseorang telah berdiri dan tersenyum di sampingku.
Aku hanya membalas senyumnya dan kembali menatap dalam hamparan indah langit senja berharap bisa mengatakan kepada seluruh dunia bahwa ciptaan Tuhanku maha sempurna. Riak air terdengar merdu berbisik di telingaku,seakan sedang memuji keagungan-Nya. Aku membersihkan kuasku sembari duduk di bangku kecil yang biasa ku bawa saat aku ingin menggoreskan sebagian perasaanku di kanvas. Dermaga di sore itu seakan membawaku pada perasaan rindu,rindu pada surga-Nya yang kekal nanti. Memberi sedikit gambaran tentang kedamaian yang tak bisa dibeli. Ia,bangkit dari duduknya dan kemudian menggeser sedikit standing itu hingga apa yang tersandar disana terlihat jelas dari tempatku duduk. Ia tersenyum dan kemudian duduk di sampingku sembari melihat kearah gambaran tak bermakna tersebut.
“Jelek ya ?” Tanyaku sembari menatap ke arahnya. Dan ia hanya tersenyum.
“Pasti iya deh..” Ucapku lagi sambil menunduk. Dan lagi-lagi ia hanya tersenyum sembari terus menatap lukisan dihadapannya.
“Sebenarnya,aku tidak mengerti seni..bahkan tanganku tak bisa menggoreskan warna hingga menghasilkan gambaran indah seperti yang kau buat ini..” Ia tersenyum sambil melihat kearahku.
Terlihat matanya menatap dalam kearahku,dan kemudian mengalihkannya cepat.
“Andai aku bisa menggoreskan hingga tercipta gambaran yang penuh makna..pasti aku akan menggoreskannya sekarang juga..karena aku ingin sekali mengungkapkan angan-angan yang selalu ada dalam benakku hingga saat ini..”Ia menatap luas ke arah dermaga,angin semilir menerpa wajahnya. Semakin menampakkan sinar matanya yang berbinar.
“Angan-angan apa?” Aku menatap kearahnya dengan rasa penasaran yang memuncak. Ia jarang sekali menampakkan raut wajah yang berbeda seperti itu. Tapi lagi-lagi ia hanya tersenyum mendengar pertanyaanku. Ia beberapa tahun lebih tua dariku,mungkin itu yang membuat aku sering tidak mengerti saat ia mengatakan sesuatu dengan bahasanya matanya.
“Kau mau mengajariku menggoreskan warna-warna itu ?” Tanyanya tiba-tiba.
“Apakah ini pertanda kau mulai menyukai seni ? “Ucapku tersenyum menggoda. Ia tertawa dan kemudian menatapku dalam. Akupun menatap ke arahnya.
“Bukan karena aku tertarik pada seni,tetapi karena aku ingin belajar menggoreskan warna-warna indah kehidupan denganmu..agar tercipta lukisan indah yang nantinya dapat kita bingkai dan kenang bersama-sama..” Ucapnya tersenyum hangat.
“Apa maksudmu? “ Tanyaku bingung. Ia hanya tertawa sambil mengusap kepalaku seperti yang ia lakukan kepada anak kecil.
“Ahh kau ini..masih saja tidak mengerti..” Ia kembali tertawa mengejek. Aku hanya terdiam sembari berpikir apa maksudnya. Ia kembali menatapku dalam.
“Aku ingin merangkai warna-warna kehidupan denganmu..sampai tua nanti..sampai kau keriput dan jelek..”Ia tertawa lepas dan tersenyum mengejek kepadaku. Aku mencubit lengannya yang kuat itu. Ia meringis geli sambil mencuri pandang kepadaku yang sedang kesal.
“Bagaimana ? kau mau tidak ?” Tanya nya kembali serius dan mengusaikan tertawanya.
“Menikah maksudmu ?” Tanyaku dengan polos. Ia hanya tersenyum sambil menatap lepas ke arah dermaga tanpa menjawab pertanyaanku.
“Kenapa kau harus menikah denganku ? “Tanyaku lagi. Lagi-lagi ia hanya tersenyum.
“Karena tanpamu,tak akan pernah ada pernikahan bagiku..” Ucapnya. Aku terdiam menatap kearahnya.

Kamis, 09 Februari 2012

Apa Adanya


Hanya Sekedar Cerita,
“Sebenarnya apa yang kau cari? kenapa sebenarnya kau ini?” Umpat sahabat dekatku yang sudah sangat lama mengenalku. Aku hanya menarik nafas panjang dan berlalu meninggalkan kamarnya.
“Sudah waktunya kau membuka hati..bukannya ayah dan ibumu juga sudah menyuruhmu mengenalkan seorang lelaki kepada mereka?” Ia duduk di sampingku yang sedang melukis di kamarku.
“Tidak semudah itu Din..”Ucapku pelan sambil ku goreskan kuasku di kanvas tanpa menoleh ke arahnya.
“Kau mau terus-terusan seperti ini?hidup dengan bayang-bayang masa lalu,begitu?” Sekarang ia menatapku tajam.
“Tidak begitu juga..aku hanya butuh waktu saja..”Ucapku pelan sambil menatap ke arahnya dan kembali mengalihkan pandanganku ke kanvas.
“Kau ini..apa sebenarnya yang kau cari?apa maumu?”
“Akupun tak tahu apa yang ku mau..tak tahu apa yang aku cari..”Ucapku sembari tersenyum. Sahabatku itu hanya menarik nafas panjang ketika mendengar pernyataanku.
“Aku dan teman-teman hanya ingin melihat kau bahagia,hanya itu..”Ucapnya murung.
“Saat ini aku bahagia..sangat bahagia..untuk apa kalian susah payah memikirkan hal itu,lihatlah aku..bukannya setiap hari aku tertawa bersama kalian?kita bebas melakukan apapun yang kita inginkan bukan?”
“Iya..kau tertawa,tapi kami tahu hatimu sepi..”Ucapnya kembali murung. Aku hanya terdiam sembari kembali menggoreskan kuas ku.
“Tak mudah untukku membuka hati,untuk siapapun itu..dan aku selalu merasa takut,sangat takut.. kau tahu kan,aku bukanlah siapa-siapa..ayahku bukanlah seorang yang bertahta,aku tak punya apapun yang bisa ku banggakan,aku tidaklah cantik..aku tak berpunya..aku takut ia hanya akan mencampakanku kelak dan melukaiku..hanya itu..”Ucapku sembari mengusap tanganku yang terkena cat.
“Tidak semua orang seperti itu..siapa tahu salah satu dari mereka mencintaimu apa adanya..cobalah dulu..setidaknya ijinkanlah mereka mengisi hari-harimu..”Ucapnya. Aku hanya terdiam dan terus terdiam berdiri di depan standing lukisanku.
“Hariku sudah cukup terisi dengan kalian,aku masih bisa tertawa hari ini..aku masih bisa bahagia dengan kalian,buat apa aku mencobanya?bukankah tidak menjamin aku tak akan tersakiti?”Aku menatap tajam kearahnya. Ia hanya menggelengkan kepala sembari berjalan menuju jendela di kamarku.
“Kenapa kau jadi seperti ini?sudah dingin dan beku kah hatimu?tidakkah kau ingin kembali merasakan sentuhan hangat perhatian dan kasih sayang dari seseorang yang akan menjadi pasangan hidupmu?”Tanya nya kepadaku yang sedari tadi menyibukkan diri dengan kuas-kuasku. Akupun menarik nafas panjang.
“Suatu hari nanti pasti aku akan menghangatkannya kembali..tapi tidak untuk saat ini, aku hanya ingin benar-benar yakin mana hati yang tepat..”
“Sampai kapan kau akan terus begini?Kau ini cantik..baik..lembut,banyak sekali yang menginginkanmu..kau menunggu apa lagi?”

“Aku tak tahu..yang jelas sampai hadir seseorang yang tak melihat rupa dan keadaan diriku saat ini..aku ingin ia mencintaiku apa adanya..dengan segala kurang dan lebihku..”Ucapku tersenyum.

Minggu, 05 Februari 2012

Ternyata Aku Jauh Lebih Beruntung


Hari ini,
lambang save street jogja
Kegiatanku dikampus tak begitu padat,bahkan bisa dibilang aku masih bisa pulang lebih awal dan beristirahat sejenak. Hari ini ada jadwalku untuk mengunjungi anak-anak pemulung di KP Pemulung Tegal Mojo Yogyakarta. Aku mengikuti sebuah komunitas pemberdayaan anak jalanan bernama “Save Street Child”. Aku mulai tertarik dan mengikutinya ketika aku baru saja duduk di bangku perkuliahan. Saat itu,Gina..salah satu teman sekelompok ospek fakultasku menawarkan untuk bergabung dengan komunitas tersebut.
Ini yang namanya gina :)
Ketika pertama aku datang ke wilayah tersebut,rasanya ada sesuatu yang menggetarkan hatiku. Mereka hidup dengan mengais sampah dan mengumpulkannya di tempat tinggal mereka yang bisa dibilang tidak layak huni. Mataku tertuju pada seorang anak kecil yang sedang berkutat dengan sampah-sampah itu. “Tidak takut anaknya sakitkah orang tua mereka itu?” Pikirku dalam hati. Balita-balita dan anak-anak itu hidup di lingkungan yang kumuh,tidak sakitkah mereka? Tumpukkan sampah itu tentu banyak sekali kumannya. Tapi mengapa mereka begitu riang dan tanpa ragu bermain di sekelilingnya?
Ini dia foto adik-adik di Tegal Mojo
Nasib mereka sangat memprihatinkan,mereka tak bisa mendapatkan pendidikan dan fasilitas kesehatan yang layak. Ya Allah..sungguh beruntungnya aku.. aku hidup di lingkungan yang layak,dengan orang-orang yang menyayangi dan mendidikku dengan kasihnya. Tetapi mereka? Bahkan orang tua mereka tak tahu sejauh mana mereka berkembang. Aku punya kesempatan untuk merasakan pendidikan yang layak,dengan fasilitas yang memadai. Tetapi mereka?bahkan hampir sebagian besar waktu mereka digunakan untuk mengais rezeki dari tumpukan sampah itu tanpa adanya kesempatan untuk mendapat pendidikan moral dan material yang lebih layak.
Aku yang sudah sebesar ini saja masih meminta uang kepada orang tuaku,segala biaya dan kebutuhanku terpenuhi oleh mereka. Tetapi anak-anak itu? Masih sekecil itu mereka sudah harus mencari uang untuk menopang keberlanjutan hidupnya. Allah Yaa Rabb..adilkah kehidupan ini untuk mereka??
Ini yoshua dan rahmah yang biasanya ngamen di lampu
merah kehutanan UGM

Melihatnya saja aku sudah merasa sedih dan tertekan. Apalagi mereka yang menjalaninya? Sungguh kuat dan tegar anak-anak itu. Semungil itu sudah harus merasakan kerasnya hidup.

Aku ingin menangis,sangat ingin..tapi ada sebuah kekuatan yang membuatku tak menangis..senyum mereka,ya..senyum mereka..dengan keadaan yang seperti itu saja mereka masih bisa tersenyum,masih bisa tertawa riang..
Aku malu,sangat malu kepada mereka..aku jauh lebih beruntung dari mereka. Tetapi apa yang telah aku lakukan?aku lebih sering mengeluh,aku lebih sering kurang bersyukur dengan apa yang aku miliki saat ini. Padahal sesungguhnya aku sudahlah sangat beruntung dibandingkan dengan mereka. Mohon ampunkan khilaf dan kufurku Ya Rabb..

Kisah Wanita Hebat


Sore itu,kegiatanku di kampus barulah selesai. Lelah mendera seluruh tubuh dan otakku,perutku pun terasa sangat lapar. “Ya Allah..aku lupa belum makan apapun dari pagi tadi..”Ucapku dalam hati. Diperjalanan menuju kost,aku mampir sebentar di warung makan. Alhamdulillah cukup kenyang perutku. Tiba-tiba handphone ku berbunyi,salah satu rekan di kampusku meminta bertemu denganku jam empat tigapuluh nanti. Kulihat jam tanganku,waktu menunjukkan pukul empat. “Wahh..waktunya nggak cukup nih kalau pulang ke kosan dulu..”Pikirku. Segera ku cari masjid terdekat dengan warung makan tersebut untuk menunaikan solat ashar. Aku mampir di sebuah mushola kecil dan dengan fasilitas seadanya. Tidak terlihat seorang pun didalamnya. Aku melangkahkan kakiku dan mempersiapkan diriku serapih mungkin untuk bertemu sang Khalik.
Saat aku berdiri raka’at kedua,seseorang menepuk pundaku tanda ia akan menjadi ma’mum. Selesai sholat,kulihat seorang wanita sangat cantik dan anggun duduk di sebelahku. Wajahnya cantik dan meneduhkan,ia memakai sebuah gamis berwarna ungu tua dengan jilbab yang menutupi dada dan punggungnya. Ia tersenyum ramah kepadaku,dan akupun membalas senyumnya.
Karena aku harus segera kembali ke kampus,aku tak sempat mengobrol dan berkenalan jauh dengannya. Segera aku berpamitan pergi dari mushola kecil itu. Pertemuan itu pun terasa tanpa makna.
Selang beberapa hari kemudian,ketika aku sedang mengunjungi salah satu pameran buku islami yang di gelar di kota ini aku kembali bertemu dengannya.“Hai..kamu yang di mushola kemarin itu kan ?” Sapanya ramah sembari tersenyum.
“Iya mba..apa kabar?”
“Alhamdulillah baik..kamu gimana?”Ucapnya sambil memegang pundakku.
“Alhamdulillah baik juga mba.. beli buku ya mba?”Tanya ku padanya yang terlihat membawa buku-buku di tangannya.
“Iya..ini buat bacaan anak saya..”Ucapnya tanpa ragu dengan lagi-lagi menyunggingkan senyumnya.
“Kamu cari buku juga Bel?”Tanya wanita muda dan cantik itu. Tak terlihat bahwa ia empat tahun lebih tua dariku.
“Iya mba..tapi buku yang ku cari engga ada..hehehe”Ucapku sambil tersenyum.
“Memang buku apa yang kamu cari?”
“Khadijah mba..udah lama aku pengin baca tapi belum nemu-nemu juga..”Ucapku nyengir.
“Oh itu..kalau tidak salah mba punya..kalau kamu mau baca saja punya mba..”Ucapnya sambil agak berpikir dan kemudian ia tersenyum.
“Wah..bener mba?”Tanyaku antusias. Dan ia hanya mengangguk sambil tersenyum bahagia.
“Biasanya kalau ashar mba sholat di mushola itu,tempat kerja mba di dekat situ..habis dari kantor mau langsung pulang takut nggak keburu asharnya..”Ucapnya lembut.
“Iya mba..hehehe..”Aku tersenyum. Obrolan kami terhenti ketika seorang gadis mungil yang manis datang dan memanggil ibu kepadanya dengan seorang lelaki tegap dan tampan menggandeng tangannya. “Halo sayang..”Ucap wanita cantik itu sembari menggendong dan mencium putri kecilnya. “Ini ada tante..Zahwa beri salam nak..”Ucapnya pada anak kecil itu. Aku hanya tersenyum. “Acalamualaikum tante..”Ucapnya lucu sembari mencium tanganku.
“Wa’alaikum salam Zahwa..wahh cantik sekali yaa pakai kerudungnya..”Sapa ku sambil memegang pipinya.
“Ini anakku Bel..Zahwa..nah kalau ini suamiku, “Ucap wanita itu kepadaku. Lelaki gagah dan berkaca mata itu tersenyum sambil mengangguk. Aku membalas senyumnya. Tak lama kemudian mereka berpamitan untuk pergi. Melihat kehidupannya,aku merasa kagum..dan sangat kagum. Mereka terlihat benar-benar sangat bahagia. MasyaAllah..sungguh indah pemandangan yang Kau tunjukkan kepadaku Mu Ya Rabb..

Beberapa kali dalam seminggu aku sering bertemu dengannya baik di sengaja maupun tidak di mushola kecil itu. Kami saling bernagi cerita atau hanya sekedar mengobrol sebentar. Aku sangat mengaguminya. Ia adalah sosok luar biasa yang pernah ku temui. Ia cantik,muda,shalihah,lembut dan berprestasi. Sungguh sangat beruntung seseorang yang menikahinya.
Pada suatu siang,aku duduk termenung di mushola itu. Hari ini hari sabtu,biasanya wanita muda yang sering sholat ashar denganku itu tak datang pada hari sabtu. Ia libur bekerja,sama halnya dengan aku. Kuliahku libur hari ini,hanya saja aku ingin menenangkan pikiran disini. Dadaku terasa begitu sesak,air mata ku tak terasa terus mengalir. Aku terhanyut dalam suasana,dan semakin menangis. Seseorang tiba-tiba memegang pundakku dan mengucapkan salam. Wanita cantik yang tak asing lagi bagiku itu kini berdiri di hadapanku. Ia hanya tersenyuim dan kemudian menunaikan sholat dhuhur disana. Aku hanya terdiam,mengusap air mataku dan membiarkannya.
“Mengadulah kepada Allah adikku..”Ucapnya perlahan seusai sholat. Aku hanya tertunduk dan mengusap air mataku.

“Kadang..cobaan memang membuat kita sangat berduka,larut dalam keadaan dan tangis..wajarlah jika kau menangis..tapi tujukanlah tangisanmu untuk memohon pada Allah..”Ucapnya pelan. Lagi-lagi aku hanya mengusap air mataku dan tersenyum kepadanya.

“Maukah Allah mengampuni kesalahan hambanya berapapun besarnya itu ?” Tanyaku sembari menatapnya.
“Allah Maha Pengampun..Ia akan memaafkan kesalahan hamba-hambanya..”
“Berapapun besarnya itu?”
“Iya..berapapun..”Ucapnya yakin. “Asalkan hamba tersebut mau memohon ampunan yang tulus kepada Nya..”Lanjutnya sembari  tersenyum ramah menatapku. Semenjak sore itu aku semakin mengaguminya. Aku ingin menjadi wanita lembut dan shalihah seperti ia. Sosok yang bisa memberi keyakinan dan mampu menguatkan sesama. Ia adalah wanita sempurna yang hebat.
“Sebenarnya ada sesuatu yang mau mba ceritakan kepadamu,tapi sebelumnya mba ingin mengatakan bahwa mba sangat kagum kepadamu..jarang mba temui gadis seusia mu yang sebaik kau..”Ucapnya di suatu sore sambil tersenyum.
“Ahh mba bisa aja..sebenarnya aku juga kagum sama mba,mba begitu cantik..lembut,dan yang pasti sangat shalihah..”Ucapku. Dan wanita itu hanya tersenyum.
“Aku menjadi seperti ini bukan tanpa proses adikku..”
“Maksudnya?
“Banyak sekali jalan terjal yang telah ku lalui,perlakuan menyakitkan,cemoohan,bahkan aku tak diakui di keluargaku sendiri..”Ucapnya dengan tersenyum kecut. Aku terperanjat kaget dan menatapnya heran.
“Tak usah heran begitu..sebenarnya aku tidaklah lebih baik dari kau..”Ucapnya sambil tersenyum.
“Aku nggak ngerti maksud mba..”Ucapku.
“Dulu aku ketika seusiamu tak berjilbab..”Ucapnya sembari menarik nafas dan memulai cerita. Aku mendengarkannya dengan seksama.
“Aku seperti remaja-remaja lain sedang tumbuh dalam proses pencarian jati diri..seperti kau dan yang lainnya,akupun mulai menyukai laki-laki..saat itu aku tak berjilbab,kata orang-orang aku cantik..”Ucapnya sambil tersenyum. Dan akupun ikut tersenyum.
“Aku menjadi seorang model saat itu..sampai-sampai aku mengabaikan kuliahku..singkatnya,aku jatuh hati kepada seorang fotografer tampan tempatku bekerja..ia pun juga jatuh hati kepadaku..”
Suamimu saat ini mba?”Tanyaku.
“Bukan..”Jawabnya sambil tersenyum. “Kami berpacaran layaknya muda-mudi pada umumnya,ia terlihat sangat menyayangiku..ia selalu mengantarku kemanapun aku pergi,jalan..nonton..kamipun tak jarang berangan-angan tentang sebuah pernikahan. Umurnya empat tahun lebih tua dariku,dan pada suatu ketika ia mengajakku ke sebuah club malam..”Ucapnya pilu. Aku yang tadinya tak melihat kearahnya kini langsung menatap ke wajahnya. Dan lagi-lagi ia hanya tersenyum.
“Aku dan ia sama-sama tak sadarkan diri,entahlah apa yang terjadi malam itu..yang jelas ketika aku membuka mata,ia sedang tertidur pulas di sampingku di kamar kos nya..”Air mata mulai terlihat di pelupuk matanya. Aku hanya diam menyembunyikan kekagetanku yang luar biasa.
“Saat sadarkan diri,kami sangat syok..ia begitu terlihat sangat frustasi..aku hanya bisa menangis saat itu..aku sangat panik dan sedih,maklum..saat itu aku barulah duduk di semester pertama..sedangkan ia sudah semester akhir namun belum dinyatakan lulus..”
“Lantas,apa yang terjadi setelah itu mba?”Tanyaku pelan.
“Aku hamil..ia sangat panik..kami berdua sangat bingung..ia adalah anak tunggal dan berasal dari keluarga yang terpandang..berbeda dengan aku,aku adalah satu-satunya harapan dan tumpuan ayah dan ibuku..aku bisa kuliah di situ tak lain karena beasiswa..”Ucapnya tertatih sembari mengusap air matanya yang tak terbendung.
“Lalu..??”Tanyaku.
“Aku sangat bingung..sangat sangatlah bingung..bila aku mengatakannya kepada orang tuaku,tentu aku akan sangat melukai hati mereka..dan aku lebih memilih mati bila harus melihat mereka terlukai hatinya.. begitupun dengannya,ia tak ingin keluarganya tahu..”Wanita itu kembali menangis.
“Aku hanya bisa berpasrah dan bertaubat..aku bertekad untuk membesarkan anakku apapun yang terjadi,tapi tidak dengannya..ia menyuruhku membunuh janin di kandunganku..tentu aku menolaknya,aku tak ingin menambah dosa-dosaku..”
“Ia tetap memaksamu menggugurkannya walaupun kau tak mau mba?”Tanyaku.
“Iya..ia tetap memaksaku,ia menyuruhku makan makanan yang berbahaya untuk janinku..aku tak ada pilihan..akupun memakannya..tapi demi Allah..aku tak pernah ingin melenyapkannya..”Ia kembali terisak. Aku hanya bisa mengelus pundaknya.
“Hingga akhirnya pada suatu malam aku mengalami pendarahan,sakit sekali rasanya..darah juga keluar dari rahimku,aku memberitahukan padanya..ia tampak begitu cemas dan panik..untung saja hanya malam itu saja pendarahannya..keesokan paginya aku sudah bisa bangun kembali..”
“Kau keguguran?”Tanyaku kaget. Dan ia menggelengkan tangan sambil tersenyum. “Lalu?”Tanyaku bingung.
“Beberapa hari setelah itu ia menyuruhku mengetes kandunganku dengan test pack yang ia belikan. Dan ternyata hasilnya masih positif..karena aku takut ia akan menyuruhku menggugurkannya lagi,aku mengatakan bahwa sekarang hasilnya negatif..”Ucapnya. Aku langsung terperanjat kaget dan menatap kearahnya. “Jadi ia tak tahu kalau kau masih hamil mba?”tanyaku. Ia hanya mengangguk.
“Aku hanya tak ingin menambah dosaku..lebih baik aku menanggung sakit di dunia daripada di akhirat nanti..”Ucapnya.
“Lalu bagaimana mungkin kau menghadapinya seorang diri?”Tanyaku yang sedari tadi masih bingung.
“Aku mengatakan hal tersebut pada kedua orang tua ku dengan tetap merahasiakan nama laki-laki itu..”
“Bagaimana reaksi mereka?”
“Mereka sangat marah dan sangat tersakiti..demi Allah dik..saat itu rasanya aku lebih baik mati daripada aku harus melihat raut kekecewaan yang mendalam di wajah mereka..”Wanita itu makin terisak.  Sesuatu serasa menyentuh hatiku,membuat dadaku sesak dan air mataku tak kuasa terbendung. Aku seperti turut merasakan apa yang wanita ini rasakan saat itu.
“Setelah itu aku mengambil cuti kuliah,untungnya perguruan tinggi tempatku menuntut ilmu mengijinkan aku untuk cuti..aku pergi ke sebuah desa yang jauh agar kedua orang tua ku tidaklah semakin tersakiti..mereka tidak harus ikut menanggung malu,mendengar hinaan dan cercaan yang menyakitkan..disana aku bekerja sebagai buruh cuci awalnya,untuk penyambung hidupku..cercaan dan hinaan kerap kali di lontarkan kepadaku,tetapi aku hanya bisa diam dan pasrah..hingga kemudian aku menajadi pembantu rumah tangga di sebuah keluarga terkemuka di desa itu. Sebuah keluarga yang sangat baik dan ramah..sungguh sebuah pertolongan luar biasa dari Allah untukku..mereka menjamin kehidupanku..tugasku adalah menjaga dan melayani seorang ibu yang lumpuh..aku merawat dan menyayangi ia seperti ibuku sendiri..rasa rindu kerap kali muncul saat aku teringat pada orang tuaku,tetapi aku selalu melenyapkannya..” Ia tersenyum seakan sedang mengenang sebuah pengalaman yang sangat indah.
“Di keluarga itulah aku mulai belajar agama dan mulai menutup sedikit demi sedikit auratku..mereka sangat baik kepadaku,hingga suatu saat ketika putra ketiga mereka kembali ke rumah setelah melanjutkan studi di luar negeri kehidupanku menjadi berubah..keluarga itu mengusirku karena putra ketiga mereka tersebut jatuh hati kepadaku. Padahal saat itu usia kandunganku menginjak tujuh bulan. Aku di paksa keluar dari rumah itu..”
“Lalu?kau meninggalkan rumah itu?”Tanyaku. Perempuan itu hanya mengangguk.
“Aku tinggal di sebuah losmen kecil dengan sedikit uang sisa gajiku kemarin,kemudian aku bekerja sebagai tukang foto copy..anak ketiga dari keluarga itu masih saja mengejarku,bahkan tak jarang ia mengantarkanku kerumah sakit untuk memeriksa kandunganku..ia adalah lulusan arsitektur dari perguruan tinggi di Australia..ia tampan,ramah,dan sangat baik..”Ucapnya sambil tersenyum.
Hingga pada suatu hari laki-laki itu nekat melamarku,saat itu usia kandunganku manginjak delapan bulan. Bahkan ia sampai rela meninggalkan rumahnya demi menikahiku. Aku kembali kerumahku dan meminta restu ayah dan ibuku,suatu hal yang sangat luar biasa..mereka memaafkanku..demi Allah..sungguh nikmat yang tak terhingga bagiku. Setelah menikah kami tinggal di sebuah rumah kecil..dan suamiku memulai karirnya yang baru sebagai seorang arsitek..ia adalah sosok suami yang hebat,yang selalu melindungi dan menyayangiku..”
“MasyaAllah..sungguh luar biasa,Allah telah mengirimkan pertolongan Nya untukmu..”Ucapku sambil mengusap air mataku.
“Iya..sungguh luar biasa kuasa Nya..tidak hanya itu,beberapa hari setelah anakku lahir..keluarga suamiku berkunjung ke rumah kami..mereka meminta kami kembali kerumahnya dan menganggap anakku sebagai cucu nya..aku menangis haru saat itu..dan setelah itu aku sangat yakin bahwa pertolongan Allah sangat dekat dengan hambanya yang sabar dan mau meminta..”Wanita itu menatapku dengan senyumannya. Aku turut tersenyum dan menangis haru.
"Tapi Allah ternyata masih neguji kesabaranku,putraku meninggal saat usianya baru tiga bulan..rasanya aku seperti kehilangan separuh dari gairah hidupku..aku terpuruk saat itu..tapi untungnya aku memiliki suami dan keluarga yang selalu menyayangi dan mendampingiku.."Wanita itu mengusap air mata yang mengalir di pipinya.
“Lalu bagaimana dengan kabar mantan pacarmu dulu?”Tanyaku.
“Entahlah..bagiku ia adalah masa lalu,aku hanya menjadikannya sebagai pelajaran hidup..tanpanya,aku tak akan mendapat hidayah Allah..”Lagi-lagi wanita itu hanya tersenyum.
mendengar cerita hidupnya,aku jadi semakin kagum padanya. Ia tak hanya anggun dan cantik,tetapi ia sangatlah kuat dan tegar. Aku hanya bisa mendoakannya agar ia selalu di beri kemudahan hidup. J

Sabtu, 04 Februari 2012

You?

Aku terperanjat dan membuka mata keget. Ternyata aku masih berbaring di ranjang,terlihat atap kamar yang berwarna merah muda dengan pajangan-pajangan di dinding dan beberapa lukisan yang tak asing untukku,ya..aku di kamar kos ku. Aku membuka mata dan kunyalakan lampu di dekat tempat tidurku. Ku buka handphone ku, "Baru jam tiga.."Ucapku dalam hati sembari menguap menahan kantuk. Aku duduk diatas ranjang sambil sedikit merapikan rambutku. Tiba-tiba aku teringat akan mimpiku tadi,entahlah mimpi apa itu. Yang jelas ada aku dan seorang laki-laki disana. Entah siapa..aku tak begitu mengenalnya,namun ia kerap kali muncul dalam mimpiku tempo hari. Wajahnya terlihat sangat meneduhkan bagiku. "Siapa dia..?"Ucapku pelan sambil mengingat-ingat beberapa wajah yang mungkin ku kenal atau setidaknya pernah ku lihat. Tapi tak kunjung ku temukan siapa dia.
Aku tak mau terlalu larut dalam pikiran yang tak menentu,toh ini hanya sebuah mimpi. Ku langkahkan kakiku menuju kamar mandi. Kulihat kamar teman-teman kos ku masih tertutup rapat,yang tandanya mereka masih tidur nyenyak. Ku basuh mukaku,terbesit dalam pikiranku untuk sholat tahajud malam ini. Ya..mumpung bangun..hehehe. Ku ambil air wudlu dan kembali ke kamarku. Malam ini aku seperti bertemu dengan Rabb-ku,aku terbangun karena mungkin aku akan bertatapan dengan Nya. Ku panjatkan segala harapan kepada-Nya. Ku memohon ampunan atas segala khilaf dan kufur yang telah ku lakukan. Aku membaringkan tubuhku kembali di ranjangku,kupandang langit-langit kamarku hingga aku kembali terlelap.
     Pagi ini aku kembali melangkahkan kakiku ke kampus,ada sebuah urusan yang harus ku selesaikan. Kakiku melangkah tanpa ragu menyusuri setiap sudut kampus. Bertemu dengan orang-orang yang tak asing lagi bagiku dengan kesibukan mereka masing-masing. Di salah satu sudut tempat ku menuntut ilmu tersebut aku berhenti,aku terdiam dan merasa aneh dengan wajah yang sedang duduk di ujung sana dengan kemeja putihnya. Wajahnya tak asing,tapi aku merasa tidak mengenal atau pun pernah melihat secara langsung wajahnya. Aku berpikir dan mengingat-ingat dimana ku temui wajah itu. aku terus berpikir sembari terus mengingat-ingat dimana aku temui mata itu.  "Di mimpiku..!"Ucapku dalam hati. Ya..mimpiku tempo hari. Ku lihat dan perhatika  wajahnya,ya..memang benar wajah itu..wajah dan mata yang kerap kali membuatku terbangun.
"Siapa dia??"Aku bertanya-tanya dalam hati. Aku tidak pernah bertemu dengannya di keseharianku. Di kelas maupun lingkungan kampusku. Wajahnya terlihat sangat dewasa,mungkin dia lebih tua 4 atau 5 tahun dariku. Entahlah..yang jelas wajah itu tak asing lagi untukku. Ia sedang duduk bersendau gurai dengan rekan di sampingnya. Mungkin umur mereka sama dengannya. Sempat terbesit dalam piliranku untuk tahu siapa dia. Tapi aku langsung mengenyahkan pikiran tentangnya ketika seseorang menyapaku yang sedari tadi termenung.

Simbah putri

Aku datang ke sebuah rumah yang sudah cukup tua di sudut kota Yogyakarta sore itu. Lingkungan disini tak asing lagi bagiku. Inilah tempat mbah putri ku,mbah putri angkat tepatnya. Ia sudah menganggap Ibu dan Bulik ku (sebutan untuk adik dari ibu) sebagai anak kandungnya. Ia sangat menyayangiku dan sepupu-sepupuku. Aku mengetuk pintu dan mengucap salam seperti biasanya sambil berdiri memandang pot-pot bunga yang tertata rapi disampingku.
Tak lama kemudian muncul seorang wanita tua berpaikaian khas Yogyakarta dari pintu samping rumah. Aku tersenyum dan mencium tangannya,iya menyambutku dengan pelukan hangat dan kecupan di kedua pipiku. Aku mengikutinya masuk kerumah itu,rumah yang tak begitu besar dan belum selesai diperbaiki setelah gempa beberapa tahun lalu di kota ini. Aku memasuki kamar tempat biasa akau beristirahan dengan sepupu-sepupuku. Kamar ini sudah banyak berubah,ya..karena sepupu laki-laki ku yang satu tahun lebih tua dariku kerap kali mencorat-coret dindingnya dengan grafiti suporter bola kegemarannya. Kakiku melangkah terseok-seok menuju dapur dan menghampiri mbah putri.
"Sikilmu kuwi kenek opo dek?"Tanya simbah putri dengan logat khas nya.
"Tibo mbah.."Ucapku sambil tersenyum dan meneguk teh manis buatannya.
"Kok biso?tibo neng ndi?loro ora?jajal bukak'en ben simbah biso ngobati.."Ucap simbah sambil melihat kaki kananku yang ditutupi dengan kain kasa.
"Mboten nopo-nopo mbah..sampun mantun ogk.."Ucapku sembari tersenyum.
"Walah..gek ndang digowo neng puskesmas kono dek.."
"Mboten usah mbah..mboten nopo-nopo..niki wau sampun di obati.."Ucapku pelan sambil menggigit gorengan khas Yogyakarta buatan simbah.
Suasana daerah ini benar-benar khas,hampir semua orang disini ramah-ramah dan sopan. Berbeda dengan suasana kota-kota besar lain yang pernah aku kunjungi sebelumnya. Aku duduk di ruang tamu sembari menatap keluar jendela. Simbah datang menghampiriku dan membawa seperangkat obat luka yang ia miliki. Ia menarik kakiku pelan dan membersihkannya dengan antiseptik.
"Kowe ki mbok yo nek loro ki ngomong..ora meneng wae..ben simbah ki ngerti..ora dirasakke dewe.."Ucap simbah sambil mengobati luka di kakiku.
"Njih mbah..niki mboten nopo-nopo kok..sampun mantun.."Ucapku. Simbah mengusap kakiku yang tidak terluka dengan minyak yang baunya sangat menyengat. Entahlah itu minyak apa,yang jelas kaki terasa hangat setelah simbah mengusap minyak itu.
"Mbah Uti sehat?"Tanya simbah. Mbah Uti adalah panggilan untuk mbah kandung dari Ibuku.
"Alhamdulillah sehat mbah.."Jawabku tersenyum sambil menahan sakit di kakiku.
"Ibu bapak nandur opo saiki neng kebun dek?"
"Padi mbah..kalih sayuran-sayuran sekedik.."
Simbah hanya mantuk-mantuk mendengar jawabanku. Lalu ia berjalan ke ke dapur dan kembali lagi membawa sepiring nasi lengkap dengan lauknya. Beginilah kebiasaan simbah,ia tak pernah menawarkanku dulu aku mau makan atau tidak. Langsung saja ia bawakan ke hadapanku. Tentu saja aku tidak enak jika tidak memakannya,takut mengecewakan simbah.



Datangnya keluarga jauh part IV

Pagi ini seperti biasa,ketika subuh tiba pasti handphone ku berbunyi. Rutinitas Ibuku adalah membangunkanku saat subuh. Seperti biasa,ibu menanyakan berbagai macam pertanyaan yang setiap hari hampir sama. Tapi ada yang berbeda,ibu menyuruhku pulang akhir minggu ini,saat lebaran haji tepatnya. Mendengar itu aku jadi semakin resah,apa yang harus ku lakukan ketika bertemu dengan keluarga besar nanti?kata-kata apa yang harus aku ucapkan agar tak meyakiti hati?atau bagaimana? Sempat terfikir dalam benakku aku tak usah pulang saja,agar tidak bertemu dengan mereka. Tetapi apa kata mereka?mana mungkin aku mengingkari janjiku untuk pulang kepada ibu.
Akhirnya ku putuskan untuk pulang sore itu. Seperti biasa,ayah yang menjemputku di stasiun dengan motornya. Sesampainya dirumah,ibu langsung menyambutku,ada kakak dan keponakan kecilku juga datang kerumah. Beginilah suasana di rumah saat libur tiba. Seperti biasa pula aku duduk di tepi kolam sembari memegang secangkir teh di tanganku.
"Bagaimana kuliahmu?"Tanya ayah. Pertanyaan yang selalu ia lontarkan setiap kali aku pulang.
"Alhamdulillah lancar kok Yah.."Jawabku sambil tersenyum. Pikiranku melayang-layang jauh entah kemana,terlebih ketika ibu berkata keluarga dari Jakarta telah sampai dan saat ini sedang bersilaturahmi di rumah Bude. Memang segala keputusan ada ditanganku,aku berhak menentukan apa yang menjadi keinginanku. Tapi,apakah semudah itu mengatakannya?terlebih semua berharap padaku. Entahlah..mungkin aku terlalu belia untuk memikirkan hal semacam ini. Dengan alunan merdu takbir malam ini aku meminum seteguk teh dari cangkirku.
Pagi ini seusai solat Ied,ibu menyuruhku mengenakan gamis yang ia pilihkan untukku. Aku hanya mengiyakan dan memakainya. Keresahanku semakin menjadi ketika keluarga itu datang,aku hanya bisa tersenyum dan terdiam menunduk. Lelaki itu itu menyapaku dengan senyumnya yang ramah. Di tengah pertemuan keluarga ini ia menghampiriku.
"Semester berapa de? ngambil pertanian ya?"Tanyanya ramah dengan logat Jakarta khasnya.
"Iya mas..sekarang masih semester pertama,"Jawabku dengan senyum yang seramah mungkin.
Ia mengajakku ngobrol panjang lebar. Ia sangatlah ramah,berbicara dengannya seperti sedang bercerita dengan seorang kakak. Ia begitu dewasa dan gagah. Pertama kali aku melihat jelas wajahnya,ia berada di depanku sekarang..tetapi aku tak berani mengarahkan mataku langsung kepadanya.
Ia terlihat gagah dengan baju koko nya,bahkan sangatlah gagah. Ia adalah gambaran lelaki sempurna yang mungkin diidamkan para kaum hawa. Gagah,mapan,dan shalih. Tapi entahlah..hatiku sama sekali tak bisa tersentuh olehnya. Ia adalah sesempurna-sempurnanya seorang lelaki dewasa yang matang. 
"Kurang menarikkah ia untukmu?"Tanya kakakku kepadaku yang sedari tadi sedang termenung.
"Ia adalah semenarik-menariknya seorang lelaki..tapi betapapun sesempurnanya ia..apakah ada ketentuan bahwa setiap hati bisa menerimanya?"
"Apa yang kau maksud dek?apakah kau tidak menyukainya?"Tanya Ibu mendekatiku.
"Aku menyukainya Bu,tapi..aku lebih menyukainya sebagai seorang kakak..bila ditanya apa aku nyaman di dekatnya,pastilah aku sangat nyaman..tapi lagi-lagi hanya sebagai kakak..ketika aku ditanya apa aku merasa cocok menjadikannya pasangan hidup,aku tidak bisa menjawabnya..masa depanku masih panjang Ibu..Bude..Kak..tidakkah aku terlalu dini untuk memikirkan hal itu?aku ingin meraih mimpi-mimpiku dulu..aku tidak mau terbatasi dulu.."Ucapku perlahan sembari menatap Ibu,Bude dan kakak ku bergantian. Hanya alasan itulah yang bisa ku katakan.
"Tapi dek..ini tak akan membatasimu meraih mimpi-mimpimu..sama sekali tidak ada pengaruhnya bukan?.."Ucap Bude. Aku hanya tersenyum.
"Saat ini memang tidaklah terlalu berpengaruh..tapi tidakkah Ibu dan seluruh keluarga mempertimbangkan usiaku saat ini?bukankah gadis-gadis seusiaku masih belum bisa terlalu konsisten?aku masih ingin bebas menikmati masa-masa ini Ibu.."Ucapku sambil tersenyum kepada ibuku.
"Tapi akan sulit menemukan orang yang lebih baik darinya dek.."Ucap Bude kecewa.
"Jika memang ia jodohku..pasti Allah akan mempertemukan kembali..biarkanlah saat ini kita punya kehidupan masing-masing.."Ucapku sambil tersenyum. Rasanya semua yang aku katakan sudah mewakili apa sebenarnya keputusanku. Bukan aku tidak menyukainya,justru sebaliknya..aku sangat menyukainya,tapi bukan untuk pasangan hidup. :)

Datangnya keluarga jauh part III

Akhir-akhir ini ayah dan ibuku sering bercerita tentang keluarga yang kemarin datang mengunjungi kami. Katanya mereka adalah keluarga yang latar belakang dan agamanya baik. Entahlah,baru kali ini juga aku bertemu dengan mereka. Mereka memang orang kota,tapi penampilan mereka sopan dan bernuansa islam.
Bude memanggilku siang itu,
"Dek..siapa tahu kamu yang akan menjadi penyambung tali silaturahmi dan pendekat keluarga kita dengan keluarga mereka.."Ucap Bude suatu ketika.
"Maksud Bude apa?"Tanyaku bingung.
"Mereka menyukaimu nak.."Ucap Ibu sambil mengelus kepalaku. Aku terdiam bingung. kutatap ibuku berharap mendapat sebuah penjelasan. Namun ia hanya tersenyum tenang melihatku yang kebingungan.
"Mungkin sekarang kamu masih bingung,suatu saat nanti kamu akan mengerti..mereka adalah keluarga terpandang dek..suatu hal yang sangat jarang dan suatu kehormatan kalau mereka mau bersilaturahmi kemari..ke keluarga kita yang tak punya apa-apa ini..terlebih itu karena kau.."Ucap Bude menatapku sambil tersenyum.
"Karena aku?"Tanyaku bingung. Lagi-lagi ku tatap ibuku yang sedang membuat teh manis untuk Bude.
"Iya..mereka menyukai dan menyayangimu..kami sangat berharap kamu bisa makin mendekatkan dua keluarga yang saling berjauhan ini.."
"Tapi.."Ucapku terpotong. Kutatap ibuku yang duduk berseberangan dengan aku.
"Bu..aku ini baru semester satu..masa depanku masih jauh..apa aku tidak terlalu belia untuk memikirkan hal semacam itu?aku juga masih punya hak untuk memilih mana yang terbaik untukku kan bu?"Lanjutku. Ibuku tersenyum.
"Iya..itu kan hanya harapan kami..kalau misal kau tak mau ya itu hak mu..ibu dan kita semua tidak akan memaksakan..apapun pilihanmu kami setuju.." Ucap Ibu sambil tersenyum.
"Besok lebaran haji mereka akan datang bersilaturahmi lagi kemari..mereka akan menemuimu..pikirkanlah dulu baik-baik dek sebelum kau mengambil keputusan.."Ucap Bude tersenyum sambil mengelus pundakku.